fashion pria

Babat Perda Penghambat Investasi

Medan (Lapan Anam)
DPRD Sumut bertekad sepanjang tahun 2008 akan membabat habis berbagai peraturan daerah (perda) yang dinilai menghambat terjadinya proses investasi di Sumut. Namun jika langkah dan upaya pembabatan perda-perda bermasalah itu tidak bisa silakukan sepenuhnya, maka setidaknya harus ada langkah evaluasi atas kerusakan alam yang tersedia.
"Sepanjang tahun 2008 ini kami dari Komisi B DPRD Sumut yang membidangi ekonomi ingin mencabut berbagai upaya yang berpotensi menghambat investasi atau membebani duani usaha yang ada saat ini,' ujar anggota Komisi B DPRDSU, Abdul Hakim Siagian, kepada para wartawan di gedung dewan, Kamis (3/1).
Sebagai langkah awal pihaknya akan menginventarisir berbagai perda bermasalah di berbagai daerah tingkat dua di Sumut. Inventairisir juga berlaku bagi perda yang dihasilkan secara bersama antara dewan dengan Pempropsu.
Ditanya tentang contoh perda bermasalah, Siagian menunjuk berbagai jenis perda retribusi di kabupaten/kota yang tidak jelas justrungannya dan cenderung melabrak berbagai aturan yang lebih tinggi.
"Di samping itu, kami juga ingin memastikan bahwa perda bermasalah yang telah dicabut oleh pemerintah pusat benar-benar telah dicabut oleh daerah yang membuat perda tersebut," ujarnya. Pihaknya melihat ada beberapa perda bermasalah di beberapa daerahyang telah dicabut namun masih diterapkan pelaksanaannya oleh daerah tersebut.
Siagian sendiri enggan menyebutkan daerah yang dianggap "mbalelo" atas kebijakan pemerintah pusat yang mencabut perda bermasalah. Namun dia menunjuk Perda Nomor 7/2002 tentang Dinas Perhubungan, Samsat Kelautan, serta Jembatan Timbangan, yang sampai saat ini masih diterapkan di beberapa daerah.
Siagian juga menyebutkan pihaknya akan berupaya mencabut berbagai perda retribusi yang memungut cukai atas produk hasil bumi. Baginya, perda-perda tersebut hanya mematikan dunia usaha, termasuk sektor UMKM yang saat ini justru sedang giat-giatnya digalakkan pemerintah pusat.
Ia lalu menunjuk Perda retribusi Telur Ayam di Kabupaten Deli Serdang yang dinilai tidak masuk akal dan justru memberatkan dunia usaha yang didominasi para peternak atau pengusaha ternak lokal. Perda retribusi telur ayam itu justru tidak menggairahkan dunia usaha ternak ayam di kawasan tersebut.
Baginya kebijakan Pemkab Deli Serdang itu juga menghambat berpotensi penyebaran gizi layak kepada masyarakat. "Sebab kalau diretribusi, maka harga telur ayam akan naik. Kalau sudah begitu, hal ini akan memberatkan masyarakat yang gemar mengonsumsi telur ayam," ujarnya.
Yang paling krusial, ujar Siagian, pihaknya akan mencabut berbagai perda HO (Izin Gangguan) yang banyak terdapat di erbagai daerah di Sumut. Menurutnya produk hukum peninggalan kolonialisme Belanda itu sudah tidak layak lagi hidup di Indonesia, karena hanya menghambat investasi yang akan masuk.
"Semua daerah -terutama di Disperindag di tingkat kabupaten/kota, menerapkan izin HO. Perda ini enggak masuk akal. Masak orang yang berinvestasi tetapi harus permisi dulu sama tetangga tempat dia berinvestasi dengan mengenakana sejumlah biaya. Lagipula sampai saat ini kami sendiri enggak tahu kemana uang hasil retribusi izin HO tersebut," tegasnya. (ms)