fashion pria

Subdibilheb Jelang Pilgubsu


Celoteh Mayjen Simanungkalit

MENJELANG Pilgubsu 2008, banyak tokoh mendadak jadi sangat dermawan, sangat ramah dan sangat agamis. Tokoh yang selama ini dikenal anti agama,malah tiba-tiba seolah-olah sangat peduli ajaran agama. Bahkan dengan bangga diekspos media secara luas, memberangkakan rombongan ke tanah suci.

Sosok yang selama ini jarang ke masjid,tiba-tiba rajin mngunjungi pesantren dan menjamu ulama.Tokoh yang selama ini tersangkut kasus asusia, tiba-tiba sangat seolah-olah peduli perjungan wanita. Mereka seolah-olah. Dan macam betul saja.

Memang banyak yang ”seolah-olah”. Pantas saja ada kalimat, eceknya,subdibilheb (supaya dibilang hebat),patentengan,caper dll.
Dermawan dadakan sesungguhnya tidak berguna saudara-saudara sekalian. Sebab rakyat tahu mana dermawan sesunguhnya dan mana dermawan gadungan. Bahkan malaikat juga, tahu persis kelakuan si kucing garong dan tak akan terjebak mencatat pahala orang-orang pendusta.

Rakyat tahu siapa tokoh yang selama ini ikhlas mengurus sesama. Tapi rakyat tidak berkuasa menolak, jika ada dermawan gadungan membagi duit dan jatah beras.

”Lho, kok baru menjelang Pilgubsu awak muncul ?,”kata Ajo di Sukaramai.

Dermawan gadungan hanya butuh dukungan sesaat, dan rakyat kini sudah tahu berbuat apa. Karena ketika mereka lapar selama ini,dimana sang dermawan itu berada ?

Saat rakyat menangis tak punya biaya anak berobat,dimana tokoh itu berada ?

Rakyat sudah tidak mau terkecoh tindak tanduk dermawan gadungan,mereka pasti ada maunya.Mereka hanya butuh dukungan rakyat guna memperoleh legitimasi menduduki kursi Sumut satu atau Gubernur.

Tidak lebih dari itu. Dan jika jabatan gubernur telah diraih, jangan harap mereka urusi rakyat.Mereka adalah kaum kapitalis yang menguasai hukum dagang dan lulus kumlaut ilmu perkalian dan penambahan.

Kalkulator kapitalis umunya tidak memiliki fitur pembagi dan pengurangan. Fitur di kalkulator mereka hanya tiga yakni, kali,tambah,sama dengan.

Maka kalaupun nanti kaum kapitalis menjadi Gubernur, dipastikan tidak akan mengurusi rakyat.Termasuk terhadap pendukung dan tim sukses sekalipun,akan ditinggalkan.Kan seolah-olah.

Hitugannya matematik, yakni semua sudah dilunasi sebelum jabatan gubernur diraih.Dan kelemahan suatu negara berlabel demokrasi memang disini, yakni terlalu banyak seolah-olah. Nyatanya,pemerintah hanya mengurusi pembantunnya, semisal pegawai. Mereka hanya mengurusi PNS,dengan menaikkan gaji dan mengurangi subsidi BBM.

Dampaknya, rakyat mejerit,pajak makin tinggi,harga kebutuhan pokok meningkat dan duit makin suit diperoleh.

Saudara-saudara jangan lupa, sejarah sudah mencatat banyak gubernur di era reformasi dan otonomi daerah,tak mampu menongkrak PAD dari sektor produktif yang tidak membebani rakyat.Malah yang terjadi adalah,banyak Perda yang memberatkan iklim investasi dengan pungutan retribusi yang beragam dan tumpang tindih.

Sumatera Utara misalnnya,hanya mengandalkan PAD dari pajak BBNKB/PKB kenderaan bermotor yang mencapai 60 persen dari total perolehan PAD. Sedangkan perolehan dari retribusi lain yang tidak membebani rakyat nyaris tidak ada.

Parahnya lagi,jika kepala darah dari latarbelakang saudagar atau pengusaha, otaknya hanya mengembalikan modal yang di keluarkan untuk jabatan gubernur.Maka targetnya,dengan modal sekecil-kecilnya memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Maka muncullah trik menjual aset secara langsung maupun tak langsung.

Penjualan aset secara langsung biasanya dikemas dengan nama ruislagh, sedangkan tidak langsung adalah lewat kerjasama opersional (KSO) dan lainnya.

Banyaknya kepala darah berurusan dengan KPK,menjadi bukti yang tidak terbantahkan.Mereka tersangkut kasus korupsi penyelewegan APBD,tukarguling aset,pengadaan barang dan sebagainya.

Selama ini, mereka nampak sebagai dermawan, banyak membantu masjid dan gereja, rupaya dilakukan dengan mengorek keuangan negara secara tak sah.

Maka waspadalah terhadap dermawan gadungan jelang Pilgubsu 2008. Sebelum menjatuhkan pilihan,kenali tokoh yang akan dipilih. Ibarat motto Bank Indonesia soal keaslian mata uang rupiah, dilihat, diraba dan diterawang.

Harus ada pilihan,sebab yang tidak mau memilih berarti bukan orang hidup.Kehidupan itu sendiri adalah pilihan,maka pilih Cagubsu yang bukan gadungan. Amangoi.***