Medan (Lapan Anam)
Komisi E DPRDSU menelusuri dugaan korupsi Rp 2 miliar dalam penggunaan bantuan uang makan orang jompo dan anak panti asuhan, yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Sumut.
“Komisi E DPRDSU akan memintai keterangan pimpinan proyek yakni Kepala UPT dan pimpinan Panti Asuhan ”, kata Ketua Komisi E DPRDSU Budiman Pardamean Nadapdap SE menjawab wartawan di gedung dewan, Rabu (11/2).
Guna menelusuri siapa saja oknum terlibat dan modus yang digunakan, anggota dewan juga akan meninjau panti. Berdialog dengan penghuninya dan mencocokkan data penghuni dengan data piktif yang digunakan dalam mencairkan anggaran APBDSU 2007 itu.
“Jika ditemukan bukti kuat ada konspirasi oknum pejabat menggerogoti uang Negara, akan kita rekomendasikan ke Kejatisu untuk ditindaklanjuti. Tidak peduli apakah Kadisnya terlibat atau siapa saja”, kata Nadapdap.
Politisi PDIP ini membantah sinyalemen pihaknya memperlambat pengusutan kasus ini. Malah dia berjanji tidak ada kompromi dalam menanganinya, karena menyangkut hak-hak orang lemah.
Seperti diberitakan sebelumnya, komisi E DPRDSU sudah memanggil Kadis Sosial Sumut Nabari Ginting guna mengetahui duduk soal kasus. Namun seperti lazimnya, Nabari Ginting jelas-jelas membantah adanya penggelapan dana bantuan makan panti jompo dan panti asuhan hingga Rp 2 miliar.
Sementara, dari hasil investigasi mahasiswa ditemukan praktek mark up penghuni panti jompo dan panti asuhan, sehingga dana yang digunakan membengkak. Praktek kotor ini malah diduga sudah berlangsung dalam beberapa tahun anggaran.
Misalnya dalam APBDSU TA 2007 teranggarkan jumlah penghuni di panti jompo/panti anak di UPT Harapan Teratai, Pematangsiantar sebanyak 75 orang dengan biaya makan minum Rp10000 perhari. Ternyata, fakta dilapangan di UPT tersebut, penghuni di panti jompo/panti anak UPT Harapan Teratai, Pematangsiantar hanya 25 orang saja.
Demikian juga dengan hasil investigasi mahasiswa di UPT PSCN Bala Dewa, Tebing Tinggi, penghuni panti dinyatakan berjumlah 75 orang dengan biaya makan minum Rp 10.000 perhari, tapi kenyataan di lapangan hanya berjumlah 45 orang.
Untuk di UPT Pematangsiantar, selisihnya sekitar 50 orang dikalikan Rp 10.000 perhari perorang dan dikalikan 365 hari, maka jumlah anggaran yang diduga dimark-up mencapai Rp 182 juta.
Sedangkan yang di UPT Tebing Tinggi, terjadi selisih 30 orang, dikalikan Rp 10.000 perhari perorang dan dikalikan 365 hari, maka jumlah anggaran yang diduga dimark-up mencapai Rp 109.570.000.
"Ini adalah kasus dugaan penyimpangan yang sudah jadi modus operandi kejahatan manusia. Kita akan turun kelokasi menelusuri kasus ini," kata Budiman Nadapdap.***