fashion pria

Plagiat Nodai Citra Pers


Medan, (Lapan Anam)
Wartawan mengutip hasil karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya, bahkan mengklimnya sebagai karya sendiri merupakan tindakan plagiat. Tindakan tidak terpuji tersebut selain menodai citra pers, sekaligus juga sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum.

Demikian dikemukakan praktisi pers, Drs Dailami, dalam dialog pers tentang pola pemberitaan media massa di Sumatera Utara bersama beberapa pengurus lembaga pemerhati pers Sumut diantaranya Direktur Eksekutif Lembaga pemberdayaan dan Penguatan Publik (LAMPIK) Drs Mayjen Simanungkalit, Sekretaris Kaukus Wartawan Peduli Petani dan Nelayan (KWPPN) David Susanto , SE dan Abdul Khair Lubis, SH dari Lembaga Komunikasi Massa ”Universal Comunication, Selasa (6/1) di Medan.

Dikatakan, kondisi pemberitaan media saat ini khususnya di Sumatera Utara cenderung seragam. Bahkan jika diteliti secara cermat, berita diproduksi wartawan media tertentu (di luar wartawan kantor berita) kenyataannya sama persis dengan apa yang disajikan atau diterbitkan media cetak lain.

“Disatu sisi kondisi ini terjadi bisa jadi sebagai dampak kemajuan teknologi berupa email, namun disisi lain cenderung sebagai gambaran sikap mental wartawan pemalas serta tak menghayati kode etik jurnalistik”, ujar Dailami juga Direktur Utama Lembaga Komunikasi Massa “Universal Communication”.

Terkait masalah plagiat kata Dailami, kode etik jurnalistik secara tegas menyoal masalah tersebut. Artinya wartawan tidak dibenarkan melakukan tindakan plagiat, namun wartawan dibenarkan mengambil karya orang lain dengan tetap menyebutkan sumbernya.

“Silahkan wartawan mengambil karya orang lain, tetapi harus menyebutkan sumbernya agar tidak dikatakan melakukan tindakan plagiat, karena wartawan senantiasa mengusung kebenaran”, tegasnya.

Saat ini tambahnya, wartawan atau orang di luar profesi wartawan sangat mudah mengakses informasi melalui situs internet, baik keperluan bahan bacaan biasa maupun konsumsi bahan pemberitaan. Namun sebagai seorang wartawan senantiasa dituntut kejujurannya dalam mencari bahan berita terlebih penyajian berita.

Jika kita nilai, sebagian besar penyajian berita ditampilkan media massa khususnya media cetak di daerah ini terbilang seragam. Artinya jika kita membaca berita A di media tertentu, kita juga akan temukan berita sama di media B atau media lainnya.

“Sulit mencari berita yang beda saat ini apalagi berita tergolong eksklusif, karena sejak awal peliputan wartawan senantiasa bersama-sama mencari sumbernya. Namun anehnya dari mereka ternyata hanya beberapa orang saja membuat beritanya, selebihnya justru memesan dikirimi berita melalui email. Tak terkecuali mengambil secara utuh rilis dari Humas instansi”, kata Dailami.

Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, kedepan kita akan sulit menemukan wartawan kreaktif, berdedikasi tinggi serta inovatif dalam menjalankan tugas jurnalistik.

Perbedaan media cetak saat ini tidak dominan dari sisi pemberitaan, melainkan dari pisik media tersebut apakah terkait dengan jumlah halaman , tata letak, pewarnaan serta iklan yang dimuat di dalamnya. ( Rel)