fashion pria
Terkait Penyerobotan Lahan Warga
DPRDSU Akan panggil Bos PT Nauli Sawit
Medan, (Lapan Anam)
Komisi A DPRD Sumut akan mengagendakan pertemuan dengan Pemkab Tapanuli Tengah, Bos PT Nauli Sawit dan masyarakat Desa Sirandorung dan Desa Manduamas, Kecamatan Sosor Godang dan Sorkam Barat, terkait penyerobotan lahan yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Konflik ini berujung pada aksi penyerangan yang dilakukan masyarakat ke perusahaan tersebut pada Jumat (18/7) lalu.
Demikian anggota Komisi A DPRD Sumut Arifin Nainggolan SH,Msi, Rabu (23/7) usai menerima pengaduan dari Ketua Himpunan Penerus Proklamasi (HPP) RI 17 Agustus 1945, Kasman Sihotang, yang mengaku mewakili masyarakat korban penyerobotan PT Nauli Sawit.
Dalam pengaduannya ke Komisi A, Ketua HPP 1945 Kasman menyatakan, masyarakat menagih janji Pemkab Tapteng yang akan mempertemukan mereka dengan PT Nauli Sawit, karena tempo 30 hari yang dijanjikan sudah berlalu. Sebelumnya, dalam pertemuan dengan Pemkab Tapteng dan sejumlah instansi terkait, masyarakat dijanjikan dalam tempo 30 hari terhitung sejak pertemuan tanggal 27 Mei 2008, persoalan masyarakat dengan PT Nauli Sawit akan segera dituntaskan.
”Tapi sudah lebih 30 hari yang dijanjikan Pemkab Tapteng berlalu, namun persoalan masyarakat dengan PT Nauli Sawit tak juga berakhir. Kami berharap DPRD Sumut dapat membantu masyarakat menyelesaikan persoalan ini,” ujar Kasman.
Konflik antara masyarakat Desa Sirandorung dan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah berawal dari keluarnya izin prinsip bagi PT Nauli Sawit di atas lahan warga, yang merupakan keluarga transmigran.
Sekitar tahun 1986, sebanyak 700-an keluarga resmi menjadi transmigran di Sirandorung dan sekitarnya. Mereka mendapatkan hak mengelola 6.000 hektar lahan kosong. Setelah mendapat hak menempati dan mengolah tanah dengan keluarnya sertifikat hak pakai oleh Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara, mereka menanam sawit dan tanaman keras lainnya.
Pada 2004, Bupati Tapanuli Tengah Tuani Lumban Tobing mengeluarkan izin lokasi bagi PT Nauli Sawit memanfaatkan lahan transmigran tersebut. Akibatnya, warga transmigran merasa dirugikan.
Apalagi status perusahaan ini adalah penanaman modal dalam negeri. Banyak warga yang mendapatkan intimidasi agar segera mengosongkan lahannya. Pada tahun 2005, Bupati Tuani Lumban kembali mengeluarkan izin pemanfaatan lokasi transmigran itu.
Akibatnya, 3.000 hektar lahan bekas trasmigran Sirandorung dikuasai PT Nauli Sawit. Dalam pertemuan dengan DPRD Sumut sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Sumatera Utara Elfachri Budiman mengatakan, tanah seluas 6000 hektar di Sirandorung sudah diberi izin pakai untuk transmigran sejak 1986.
"Status tanah tidak bisa pindah tangan sebelum izin pengunaan selama 20 tahun habis," katanya. (ms)