Peran Bawaslu/Panwaslu Sengaja Dilemahkan
Medan (Lapan Anam)
Badan Pengawas Pemiihan Umum (Bawaslu) maupun Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) propinsi dan kabupaten/kota, tidak memiliki kekuatan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas Pemilu atau Pilkada. Sebab lembaga pengawas pesta demokrasi ini telah “dibonsai” Undang-Undang (UU) No 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu hingga tidak memiliki hak eksekusi dan mengambil tindakan bagi pelanggar tahapan Pemilu/Pilkada.
Penilaian tersebut diungkapkan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Sumut Abyadi Siregar S.Sos dalam Focus Group Discussion (FGD) Pengawasan dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia, Senin (21/7).
Diskusi yang dilaksanakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Yayasan Tifa di Theme Park dan Resort Serdang Bedagai (Sergai) Pantai Cermin ini, diikuti para stakeholder pelaksanaan Pemilu/Pilkada. Di antaranya mantan Ketua Panwaslih Pilgubsu 2008 David Susanto SE, Kesbang Linmas Pemkab Sergai Parlin, Ketua KPU Sergai Syarianto, Sekjen LSM Kesra Centre Yoko Susilo Chou, anggota Panwaslih Sergai Syariansyah, sejumlah organisasi pemantau Pemilu, aktivis perempuan Mardiana dan Rusmawati, dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan sebagainya.
Abyadi menjelaskan, sesuai UU No 22 tahun 2007, Bawaslu/Panwaslu kabupaten/kota memang hanya memiliki empat tugas. Masing-masing adalah mengawasi tahapan pelaksanaan Pemilu/Pilkada, menerima laporan pelanggaran Pemilu/Pilkada, menyampaikan temuan laporan pelanggaran Pemilu/Pilkada ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan meneruskan laporan pelanggaran pidana kepada pihak berwenang seperti kepolisian dan kejaksaan.
Sementara, dalam diskusi sehari penuh yang dipandu Sekretaris Nasional (Seknas) JPRR Zufri dan Tarmisi itu, David Susanto menyampaikan kekhawatirannya ada sekenario besar untuk melemahkan lembaga pengawas Pemilu/Pilkada. Indikasinya, kata David, selain wewenangnya yang hanya sebatas seperti tukang pos, jumlah anggota Bawaslu/Panwaslu juga semakin diciutkan. Begitu juga unsur yang duduk di lembaga tersebut.
Bila sebelumnya jumlah anggota Bawaslu 7 orang, tapi berdasarkan UU No 22 tahun 2007 diciutkan menjadi 5 orang. Begitu juga Panwaslu propinsi dan kabupaten/kota yang sebelumnya lima orang kini masing-masing hanya tiga orang. Selanjutnya, bila sebelumnya Bawaslu/Panwaslu diperkuat dari unsur kepolisian dan jaksa, kini kedua unsur itu malah ditiadakan. Padahal menurut David, kedua unsur ini sangat memboboti keberadaan Bawaslu/Panwaslu.
Lebih ironi lagi, tambah Yoko Susilo Chou, pembentukan Panwas selalu terlambat. Ketika tahapan Pilkada sudah berjalan beberapa bulan, baru Panwas dibentuk. “Padahal, menurut UU, Pemilu/Pilkada bisa dilaksanakan setelah perangkat-perangkatnya seperti KPU dan Panwas-nya sudah terbentuk. Tapi yang lajim terjadi, Panwas belum dibentuk, tahapan Pilkada sudah dimulai. Mana komitmen KPU melaksanakan UU,” katanya nada bingung.
David Susanto juga mengaku merasa aneh dengan selalu terlambatnya pembentukan Panwas. Padahal, kata David, Panwas merupakan perangkat yang harus ada sebelum Pemilu/Pilkada dilaksanakan.(ms)