fashion pria

Sumut Segera Miliki Perda Gepeng

Medan (Lapan Anam)

Provinsi Sumatera Utara (Sumut) segera memiliki peraturan daerah (Perda) tentang gelandangan dan pengemis (Gepeng). Panitia khusus (pansus) ranperda gepeng DPRD Sumut, telah merampungkan tugasnya dan Perda itu segera disyahkan di rapat peripurna DPRD Sumut.

"Perda akan mengatur bagaimana pemerintah dan masyarakat Sumut memperlakukan Gepeng," ujar Ketua Komisi E sekaligus Ketua Pansus Ranperda Gepeng, Rafriandi Nasution, kepada para wartawan seusai rapat pansus digelar di gedug dewan, Selasa (3/6).


Politisi dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyebutkan, paripurna dilakukan setelah Pansus melakukan kajian-kajian mendasar dan menampung aspirasi berkembang ditengah masyarakat.


Mengenai perubahan-perubahan dalam draft ranperda tersebut adalah dihapusnya ketentuan denda atau sanksi sebesar Rp 6 juta bagi masyarakat yang secara terbuka atau tertutup memberikan sedekah bagi gepeng. Pasal itu, kata Rafriandi, disepakati pansus untuk dihapus dan menggantinya dengan yang lebih progresif dan menjadi sebagian solusi atas persoalan gepeng.


"Bab VII pasal 17 tentang larangan dan bab VIII pasal 18 tentang sanksi atas upaya-upaya pengoordinirandan eksploitasi kepada para gepeng di Indonesia. Jika tetap saja ada anggota masyarakat yang melakukan kejahatahan tersebut, maka yang bersangkutan harus diproses secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.


Rafriandi juga menyebutkan jika dalam draft yang disodorkan Pempropsu sebelumnya cukup tebal, maka draft yang telah mengalami perubahan beberapa kali tersebut justru ketebalannya jauh berkurang. "Hanya ada IX bab dan 19 pasal," ujarnya.


Adapun perubahan-perubahan lainnya yakni terkait beberapa perubahan diksi dan makna kalimat beberapa pasal, seperti dalam pasal 2 bab II tentang azas dan tujuan, ayat b pasal 3 tentang penghapusan kalimat "hidup secara mandiri secara ekonomi dan sosial."


Jika tidak dilakukan, maka konsekuensinya hal itu justru akan semakin membebani Dinas Sosial Sumut, khususnya dalam persoalan pendanaan. Jika membutuhkan dana, maka mau tak mau dalam APBD -jika ranperda itu disahkan- diperkirakan akan ada yang begitu besar untuk Dinas Sosial Sumut untuk menangani ratusan ribu gepeng yang ada di seluruh Sumatera Utara.


Pansus juga merubah rumusan atau kategori gepeng yag ada dalam bab III pasal 4. "Dalam pasal 4 sebelumnya yang disebut gepeng adalah seseorang atau sekelompok orang yang hidup tanpa tempat tinggal yang tetap, tidur dan berkeliaran di pinggir jalan, emperan toko, kolong jembatan maupun tempat-tempat lain yang tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal. Pasal ini dirubah hingga hanya mencakup kalimat tanpa tempat tinggal yang tetap," ujarnya.


Pasal 5 bab III mengenai defenisi kegiatan mengemis pun dihapus total dan ditiadakan keberadaannya. Namun dalam bab IV, dari delapan pasal yang ada, mereka tidak mengutak-atik sama sekali tujuh pasal di antaranya. Ketujuh pasal yang dimulai daripasal 6 hingga pasal 12 itu berbicara tentang penanganan gepeng yang harud dilakukan pempropsu.


"Penanganan gepeng dilakukan melalui tiga tahap yakni preventif, responsif, serta rehabilitatif. Dan di dalam pasal 13, penanganan dengan tiga cara itu mutlak harus dilakukan Pempropsu dan Pemkab/Pemko di Sumut," tambah penyuka olahraga sepakbola ini.


Pada pasal 13 sebelumnya disebutkan dalam penanganan gepeng, Pempropsu, Pemkab/Pemko wajib menyediakan sarana - prasarana sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Kalimat "sesuai dengan kemampuan keuangan daerah" diganti dengan kata "dimaksud.


"Artinya ke depan tidak ada lagi alasan bagi pemerintah daerah untuk tidak menyediakan fasilitas apapun bagi gepeng. Walau sarana - prasarana yang disediakan natinya enggak maksimal, yang penting fasilitas itu harus disediakan bagi gepeng," ujarnya.


Mengenai masyarakat yang hendak memberikan sedekah, bab V pasal 15 umumnya hanya berisi himbauan agar menyalurkan dana sedekah melalui lembaga terkait tanpa ada konsekuensi apapun.


Justru pansus dalam bab sama pasal 14 ayat 1, 2, dan 3 memerlebar jaring pemberi bantuan sosial bagi gepeng kepada dunia usaha melalui corporate social responsibility (CSR), walau juga tanpa paksaan sama sekali dan tidak jelas bagaimana mekanisme penerimaan dan pengelolaan dana CSR tersebut nantinya.
Mengenai hal ini Rafriandi tidak berkomentar sama sekali. Tetapi ia menegaskan bahwa proses pematangan ranperda tersebut akan terus dilakukan hingga akhirnya ranperda itu berubah menjadi perda.


"Yang terpenting adalah bagaimana ranperda ini nantinya bisa meminimalisir persoalan sosial yang timbul atas keberadaan gepeng ini, dengan meniadakan masalah baru akibat pelaksanaan ranperda ini nantinya," tegas Rafriandi. (ms)