fashion pria

BERITA REKAN

Uang Korupsi Pemko Medan Dibagi-bagi

Jakarta (Lapan Anam) - Sejumlah pejabat Kota Medan dan partai politik disebutkan menerima aliran dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2002–2006 diduga hasil korupsi. Mantan Kepala Bagian Umum Pemko Medan T Hanafiah membeberkan berbagai jenis alokasi dana yang pernah diberikannya kepada sejumlah pejabat atas perintah atasannya,Wali Kota Medan Abdillah.
Beberapa rekan sang atasan juga pernah menerima uang darinya. ”Tahun anggaran 2002 saya pernah diperintahkan wali kota untuk mencairkan uang yang digunakan untuk THR (tunjangan hari raya) kepada 45 anggota DPRD Medan sebesar Rp208 Juta,” katanya saat memberikan kesaksian pada sidang kasus dugaan korupsi Wali Kota Medan Abdillah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (30/05/08).

Hanafiah menyebutkan, dana itu berasal dari kas bagian umum yang seharusnya untuk kegiatan umum. Dia tidak memberikan langsung uang tersebut ke pada anggota Dewan karena bukan tugasnya. ”Uang itu saya serahkan ke sekretaris daerah (sekda) yang waktu itu dijabat Pak Ramli (Wakil Wali Kota Ramli). Pak Ramli yang menyerahkan ke DPRD,” bebernya.

Selain ke anggota DPRD, dia juga mengaku pernah diperintahkan oleh asisten wali kota untuk mencairkan uang dari kas tersebut sebesar Rp238 juta. Meski begitu, dia tidak mengetahui uang tersebut diperuntukkan ke siapa. ”Tapi setelah itu, saya juga pernah diperintahkan untuk mentransfer uang kepada Ibu Rosyidah sebesar Rp500 juta,” ujarnya lagi tanpa menjelaskan identitas Rosyidah.

Dalam kesaksiannya, Hanafiah yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) mengemukakan, pihak-pihak yang ikut menerima uang dari APBD itu di antaranya adalah Nurdin Rp100 juta; rekan wali kota untuk keperluan pembelian tiket Rp50 juta; Yusuf dan Sofyan, keduanya rekan wali kota menerima Rp100 juta dan Rp 25 juta.

”Di tahun 2005 juga saya pernah diperintahkan memberikan uang Rp75 juta ke Partai Demokrat,” paparnya. Hanafiah yang mengaku tidak pernah meminta kuitansi tanda terima atas anggaran yang telah dikeluarkannya, membuat majelis hakim yang diketuai Edward Pattinasarani menilai tindakan itu sangat ceroboh. ”Itu kan uang negara. Kenapa peruntukannya seperti itu? Lalu, bagaimana pertanggung jawabannya di depan DPRD?,” ujar anggota majelis hakim Mansyurdin Chaniago.

Dengan enteng Hanafiah berkata,” Semua laporan keuangan pemko bisa diterima DPRD. Bahkan, berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak ditemukan adanya penyimpangan dana APBD. Sebab, semua pengeluaran sudah ada laporan fiktifnya. Dan itu tidak dikoreksi”. Terkait dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar), dia mengaku pada awalnya tidak setuju.

Dia sempat menolak menandatangani surat penganggaran damkar karena tidak ada dalam anggaran 2005.Selain itu, metode penunjukan langsung juga menyalahi peraturan. ”Tapi karena perintah dari atasan (sekda), saya tak kuasa membantahnya,” tandasnya. Ketua Panitia Pengadaan Mobil Damkar Pemko Medan Zulhadi mengungkapkan,sistem penunjukan langsung pada proyek damkar Ladder Truck Morita tipe MLF 4-30 R adalah berdasarkan instruksi Wakil Wali Kota Medan Ramli.
Sementara mengenai perubahan harga dari Rp9 miliar menjadi Rp12 miliar adalah berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Provinsi Sumut. ”Bukan terdakwa (Abdillah) yang menginstruksikan penunjukan langsung itu, tapi wakil wali kota,” ucap Zulhadi menjawab hakim Edward Pattinasarani. Zulhadi juga menyatakan, masalah surat menyurat menyangkut dokumen proyek penunjukan langsung itu merupakan formalitas saja.
Pasalnya, mobil damkar itu sudah terlebih dulu diserahkan kepada Pemko Medan sebelum anggarannya dimasukkan dalam APBD Kota Medan. ”Damkar sudah ada di Dinas Pencegahan dan Pemadam Kebakaran (P2K) sejak Maret. Sementara transaksinya dilakukan pada November 2005,”paparnya.

Dia menjelaskan, pada saat pencairan dana anggaran pengadaan damkar itu di Bank Sumut, ajudan Wakil Wali Kota Ramli beserta Direktur PT Satal Nusantara Hengky Samuel Daud (perusahaan yang ditunjuk sebagai rekanan pada proyek pengadaan mobil damkar itu) menyerahkan kantong plastik berisi uang kepada Kepala Bagian Keuangan Pemko Medan Datuk Johansyah.

”Uang itu dibawa ke rumah wakil wali kota dan diserahkan kepadanya.Tapi, saya tidak tahu berapa jumlahnya,” ucapnya. Zulhadi juga mengaku menerima uang sebesar Rp60 juta dari uang tersebut. ”Uang itu diberikan sebagai honor panitia, bukan untuk saya. Saya simpan di rumah. Tapi, sudah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),”ujarnya.

Penuturan Kepala Subbagian Perlengkapan Pemko Medan itu yang kerap berubah- ubah sempat membuat majelis hakim mengulang pertanyaan seraya menggelengkan kepala. ”Saudara saksi nggak perlu takut atau gugup. Sampaikan saja apa yang Saudara saksi ketahui,” kata Edward Pattinasarani. Seperti diketahui, Wali Kota Medan Abdillah dikenakan dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Muhibuddin.

Selain didakwa melakukan korupsi dalam proyek pengadaan mobil damkar dengan kerugian negara Rp3,69 miliar, Abdillah juga didakwa melakukan penyelewengan dana APBD yang merugikan negara sebesar Rp50,58 miliar. Dari dua kasus tersebut, JPU menilai bahwa negara telah dirugikan sekurang-kurangnya Rp54,2 miliar.

Dalam gambar nampak Wali Kota Medan Abdillah (kiri) serius mendengarkan bisikan penasihat hukumnya saat Kepala Subbagian Perlengkapan Pemko Medan Zulhadi memberikan kesaksiannya pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/05/08). (rahmat sahid/SINDO)