fashion pria


Wartawan Harus Cegah
Kriminalisasi Demokrasi Dalam Pilkada

Medan ,(Lapan Anam)

Ketua Seksi Organisasi PWI Sumut, Mayjen Simanungkalit, menyatakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sangat rentan terhadap kriminalisasi demokrasi. Karenanya, wartawan harus mengawasi kinerja penyelenggara Pilkada dalam setiap tahapannya.


“Khususnya dalam penghitungan dan penetapan hasil Pilkada, wartawan harus mengawasi secara ketat. Karena pada tahapan ini penyelenggara Pilkada seringkali bermain-main dengan manipulasi data dan angka”, katanya pada Pelatihan Jurnalisme Liputan Pilkada digelar Kajian Informasi Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS) di Hotel Garuda City Medan, Selasa (14/10).

Menurut dia, praktek kriminalisasi demokrasi sering terjadi oleh karena kekuasaan absolut yang dimiliki penyelenggara Pilkada. Godaan uang dan intimidasi pihak tertentu, menyebabkan penyelenggara pemilu tidak dapat bekerja mandiri dan jujur sesuai asas yang dianut Pemilu itu sendiri.

Kriminalisasi Demokrasi dalam Pilkada antara lain adalah, ditetapkannya tokoh yang bukan pilihan rakyat sebagai pemenang. Rekayasa dan intrik jamak terjadi dalam Pilkada, sehingga yang menang bisa dari yang bukan pilihan rakyat.


“Pemerintah memang telah mempercayakan pengawasan Pilkada kepada Panitia Pengawas pemilihan (Panwaslih), namun karena yang membentuknya adalah KPU, maka pengawasan itu biasanya tak maksimal”, tegas Mayjen juga Direktur Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Publik (LAMPIK).

Panwaslih selalu sungkan mengawasi penyelenggara Pilkada, apalagi dalam undang-undang tidak ada regulasi bagi Panwaslih yang memberi hak untuk mengeksekusi KPU jika lalai dalam melaksanakan Pilkada.

Karena itu,masyarakat memberikan harapan cukup besar bagi media massa untuk mengawasi penyelenggaraan Pilkada. Menjadi unsur pendukung serta merupakan saksi rakyat, mengontrol pelaksanaan Pilkada dan menyiarkan/memberitakan hasil kontrolnya, sehingga diketahui rakyat.

Namun Mayjen Simanungkalit juga mengingatkan, selain mengontrol penyelenggara Pilkada dan semua tahapan Pilkada itu sendiri, wartawan juga berkewajiban menyebarkan informasi yang positif seputara kegiatan Pilkada. Antara lain dengan ikut mensosialisasikan tahapan kepada mastarakat lewat medianya.

“Dalam meliput kegiatan Pilkada, wartawan tidak boleh hanya terfokus pada tugas sosial kontrolnya dengan melalaikan fungsinya yang lain sebagai penyebar informasi, penghibur dan pendidik”, ujarnya.

Dia menegaskan, wartawan harus berlaku kritis terhadap tiga pilar Pilkada yakni penyelenggara Pilkada (KPU), peserta Pilkada (Calon Kepala Daerah) serta masyarakat selaku pemilih. Ketiga pilar harus dikontrol agar kriminalisasi demokrasi tidak terjadi dalam Pilkada.

“Fungsi media massa tidak sekedar penyebar informasi, pendidik dan penghibur, tapi juga harus konsisten menjalankan fungsi sosial kontrol. Tentu dengan tetap berpedoman pada independensi dan kode etik jurnalistik”, katanya seraya mengajak wartawan peliput pilkada menerapkan peliputan investigasi.


Pelatihan jurnalistik itu diikuti wartawan dari 7 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada Oktober ini. Selain pelatih dari PWI Sumut dan praktisi dari USU, pelatihan jurnalistik itu juga menghadirkan pelatih dari Jakarta. (ms)