fashion pria

Kekhawatiran Seorang Guru Politik Tentang Pemilu 2009


BERBAGAI kekisruhan, mewarnai perjalanan politik menjelang Pemilu 2009. Dampaknya, kekhawatiran akan tidak maksimalnya kualitas pesta demokrasi itu tidak terelakkan. Salah satunya dikhawatirkan guru politik di Sumut, Shohibul Anshor Siregar kepada Mayjen Simanungkalit seperti dituliskan berikut ini.

Saya mengikuti bagaimana proses seleksi KPU dan KPUD. Saya menjadi tahu bahwa apa yang terjadi di P Sidempuan itu adalah kejadian ajeg dimana-mana. Panitia pemilihan dilaporkan ke polisi karena tuduhan memberlakukan faktor pertimbangan non objektif untuk meluluskan orang (termasuk dugaan sogok dan konspirasi dengan pemerintahan lokal).

Tidak ada problem besar terkait pemilu (eksekutif dan legislatif) yang tak terkait dengan Peran KPU. Kita runut satu persatu mulai dari sosialisasi, proses seleksi Caleg, penghitungan suara sampai kualitas legislatif.
Sosialisasi
Partisipasi politik di Indonesia kebanyakan terkait dengan sosialisasi. Padahal biaya amat besar untuk itu. Golput di kita kebanyakan by design atau golput administratif. Amat mudah mengerjakan data pemilih itu, melatih tamatan SMP saja buat saya lebih dari cukup, apalagi dengan biaya besar yang disediakan seperti selama ini. Amat bisa. Persoalannya cuma motif politik yang buruk. Saya heran tak ada yang dipenjarakan dengan kasus besar ini.

Tetapi selalu ada cara bagi KPU untuk buang badan. Ini soal moral dan tanggung jawab saja. Saya amat simpati dengan seorang Imam B Prasojo yang memilih keluar dari KPU karena harus memilih berhenti jadi dosen atau berhenti KPU. Sekarang orang tidak peduli itu, padahal UU melarangnya.

Proses seleksi caleg
KPU itu akronim Komisi Pemilihan Umum. Kata kuncinya adalah "pilih". Yang namanya tindakan memilih itu ialah klasififikasi berdasarkan kualitas hingga tahu yang berhak dan tak berhak. Kan semua orang tahu Rudolf itu tak ada ijazah, masuk KPU lolos saja. KPU pasti bilang "tak ada yang mengadu atau keberatan". Jiwa minimalis dan formalistik itu pertanda kemiskinan moral dan anti kenegarawanan. Masalah Rudolf bukan tungau di seberang benua, tetapi gabungan benua di pelupuk mata.

Perhitungan suara
Tidak ada kemungkinan sengketa pemilu yang menyangkut suara kecuali faktor KPU. Bisa benar-benar karena lalai (tak profesional), dan kebanyakan saya duga hanya karena fasilitasi KPU dan jajarannya.

Dalam pemilu 2009 PT (parliamentary threshold) akan memojokkan partai kecil-kecil yang tak punya harapan ke Senayan untuk hanya fokus di Kabupaten dan Provinsi. Saya beri contoh, berdasarkan survei saya Juni dan Juli 2008 sejumlah partai lama dan partai baru akan tersangkut PT padahal di dalamnya ada nama-nama besar sebagai caleg. Karena tak memenuhi PT maka suara para tokoh besar itu rawan diperjual belikan. Itu tak mungkin terjadi kalau KPU betul-betul berdiri tegak dalam jatidirinya sebagai KPU, komisi pemilihan.

Kualitas legislatif
Untuk tingkat tertentu bisa kita sebut bahwa parpol itu sebagai gudang perkumpulan para pengangguran. Bayangkanlah para pengangguran dengan tingkat pengetahuan minim tentang negara dan macam-macam hal duduk sebagai penentu negara, betapa berbahayanya.

Kita mau angkat Kapolri, panglima TNI dan jabatan-jabatan strategis harus lewat parpol yang duduk di DPR. APBN dan APBD harus lewat parpol yang duduk di legislatif itu. Bisalah dibayangkan negara ini ke depan, rawan korupsi, dll.

Sekarang ada pemaksaan UU 30 % kuota perempuan. Secara kultural Indonesia itu masih hanya sebatas angan-angan untuk kesetaraan jender. Perempuan itu ya masih seperti dalam adagium Jawa "konco wingking" (sebatas pendamping di belakang).

Terlalu politis tuntutan itu dan tanpa dukungan kultural. Pengaruhnya ke kualitas legislatif sudah jelas.***