fashion pria


Kampus Tak Perlu TPS Khusus


Medan (Lapan Anam)

Dosen Sosiologi politik Fisip UMSU, Shohibul Anshor Siregar, mengatakan kampus tidak perlu TPS (Tempat Pemungutan Suara) khusus. Karena pembukaan TPS dikampus tidak lebih dari upaya mengakomodir kepentingan oknum di elit kampus, yang kebetulan ikut dalam kancah pencalonan anggota legislatif.


“Pembukaan TPS di Kampus, patut dicurigai sebagai rencana setback ke alam Orde Baru. Mahasiswa bisa merasa kebebasannya dalam menentukan pilihan politik dibayangi-bayangi oleh penguasa kampus”, kata Shohibul Anshor Siregar kepada wartawan di Medan, Selasa (6/10) terkait rencana KPUD Sumut membuka TPS di kampus.


Menurut dia, ancaman ini akan semakin besar di kampus-kampus swasta yang belakangan ini secara politik sudah semakin tunduk pada tradisi politik OKP.


“UMSU misalnya, akan sangat sulit tak tergiur untuk memanipulasi suara pemilih mengingat Bahdin Nur Tanjung selaku Rektor UMSU ikut sebagai calon DPD”, kata Siregar.


Kata dia, wajah Bahdin Nur Tanjung saat ini sudah dipampang-pampangkan di billboard UMSU tanpa rasa sungkan, yang berarti menggunakan kekuasaan untuk keungtungan pribadi. “Masyarakat amat risih, namun Bahdin nyaman saja”, katanya.


Mestinya kata Shohibul Anshor, calon DPD yang lain tersinggung berat. Semua elit di kota ini semua tahu bahwa UMSU itu sekarang sedang dipaksakan jadi markas Partai Matahari Bangsa (PMB) dengan cita-cita kecil mendongkrak peluang Dien Syamsudin jadi Capres atau cawapres.


“Ini salah satu contoh gagasan itu penuh resiko, kriminalisasi demokrasi, maka wajib ditolak”, tegasnya.


Bahwa kampus bukanlah tempat persemaian demokrasi yang cukup sehat saat ini semua pihak sudah tahu. Bagaimana UNFRL dan Forum Rektor yang berpangkalan di kampus justru cenderung menjadi penonton, dan malah amat sangat mungkin menarik keuntungan material dari statusnya sebagai pemantau pemilu selama ini.


“Adakah teriakan yg bernas dari kampus sekaitan buruknya demokrasi prosedural yg ngetrend di Indonesia selama ini? Jadi kampus tidak perlu jadi TPS khusus”, tegasnya.


Selama ini kata dia, teriakan kita tidak pernah didengar KPU, bahwa mahasiswa itu harus dipermudah untuk diakomodasi memberi suara di TPS sekitar tempat tinggalnya, dengan hanya menujukkan kartu tanda mahasiswa.

Jadi kalau benar KPU peduli dengan hak suara mahasiswa, serta merta KPU harus secara dini mengatur bagaimana agar mahasiswa segera didaftar sebagai pemilih disekitar tempat tinggalnya.


Ditempat terpisah, Dekan Fisip UNTS (Universitas Tapanuli Selatan) Effan Zulfikar Harahap juga mantan Anggota KPUD Padangsidempuan menyampaikan, Undang-undang menetapkan TPS khusus hanya ada di rumah sakit (RS) dan lembaga pemasyarakatan (LP), bukan di kampus.


“Jadi rencana membuka TPS di kampus adalah pelanggaran”, katanya seraya menyebutkan nama seorang rector PTS yang biasa melakukan trik-trik aneh guna mewujudkan ambisinya pribadi. (ms)