fashion pria
Tokoh Berpengaruh PKS Sumut Hijrah ke Demokrat

Medan, (Lapan Anam)
Tokoh berpengaruh di PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Sumut H Arifin Nainggolan SH MSi hijrah (pindah) ke Partai Demokrat. Dia hengkang dari PKS, selain karena tidak lagi ada kesepahaman, juga kecewa akibat tidak adanya kerjasama politik.
“Saya hengkang dari PKS karena persoalan prinsip dan saya menilai Partai Demokrat ternyata lebih santun dan terbuka”, kata Arifin Nainggolan juga Wakil Ketua FKS DPRD Sumut kepada wartawan, Selasa (19/8) di DPRD Sumut, terkait dengan perpindahannya sebagai kader PKS ke Partai Demokrat.
Arifin Nainggolan mengatakan, pada hakikatnya semua partai sama, baik partai berbasis agama maupun berbasis nasionalis yang sama-sama sarana perjuangan untuk kepentingan masyarakat. Membedakannya, hanya orang-orang yang menjalankan amanah partai di lapangan, apakah berada di legislatif atau eksekutif.
Alasan memilih Partai Demokrat, Arifin Nainggolan mengakui, di Partai Demokrat telah melihat dan mengamati lebih nyata nilai-nilai kejuangan dan perjuangannya. “Artinya secara umum penilaian yang diberikan Partai Demokrat mau mengakui dan mengatakan kelebihan maupun kekurangan, keberhasilan atau ketidak-berhasilannya,” katanya.
Misalnya, kata pengusaha ini, tidak bertindak dan berperilaku seolah-olah Malaikat yang serba bisa, serba tau, serba hebat, serba benar dan tidak lain dipermukaan tapi lain kedalam. “Di Partai Demokrat lebih membuka diri dan lebih santun untuk membangun kerjasama dengan kekuatan politik lainnya tanpa memaksakan kehendak. Artinya mereka lebih fleksibel dalam bersikap dan berperilaku, sehingga tidak membuat yang lain sakit hati atau tersinggung,” tegasnya.
Padahal, ungkap Nainggolan lagi, partut disadari kerjasama politik sangat penting dan menentukan bekerbahasilan. Kita tidak akan bisa berbuat banyak, jika kerjasama tidak bisa diciptakan. Apalagi berbicara mau melakukan perubahan, nonsen, kecuali perubahan untuk diri sendiri dari tidak ada jadi ada, dari tidak memiliki sesuatu jadi memiliki, dari tidak apa-apa jadi apa.
Arifin juga mengakui, dirinya hijrah ke Partai Demokrat merupakan bentuk kekecewaannya terhadap PKS selama ini tempatnya berpolitik tidak konsisten dan tidak punya etika maupun tatakrama politik. Contohnya, Pilgubsu dari awal PKS mengajak Wahab Dalimunthe tapi di ujung jalan ditinggalkan begitu saja tanpa sepatah kata.
“Saya juga merasakan nuansa tidak menghormati sesama dan merasakan nuansa kesombongan, keangkuhan dan keakuan sangat kental. Akhirnya saya masuk ke partai lain yang bersikap gentleman, pengayom seperti digambarkan SBY baik perkataan maupun tindakannya mengedepankan kepentingan rakyat, kebersamaan, santun dan tidak tendennsius serta tidak sensasional,” tandasnya.
Disinggung perpindahannya terkait tidak dicalegkan lagi oleh PKS, Arifin Nainggolan membantah, karena sebelum memutuskan hijrah ke Partai Demokrat, dirinya pernah diajak kembali untuk jadi caleg PKS pada pemilu legislatif 2009, tapi ajakan itu ditolak dengan alasan mau istirahat.
“Bahkan, beberapa partai membuka diri bagi saya untuk bergabung, juga menawarkan nomor 1 untuk caleg DPR-RI, disini terlihat ada saling menghargai, saling membutuhkan dan kesemua itu bentuk penghormatan bagi saya. Soal tercantumnya nama saya jadi caleg atau tidak, bisa dilihat nanti di daftar KPU Sumut,” tambah Arifin.(ms)