JANGAN MENJADI JURNALISME DINAMIT
(Saran Simpatik Untuk Koran ALTERNATIF)
Catatan : Mayjen Simanungkalit
KETIKA suatu sore di gedung DPRDSU, rekan saya Amson Purba mengutarakan niat menerbitkan surat kabar, hati saya sempat terenyuh. Kok bisa-bisanya seorang Amson berfikir secerdas itu.
Koran apa namanya Bung ? “Alternatif…………”, jawabnya singkat. Dia juga minta agar saya memberi saran seputar Koran yang segera akan dia terbitkan itu.
Langkah berani ditempuh seorang Amson Purba perlu dicungi jempol. Karena wartawan paling berkompeten menjadi pemilik media, ketimbang pihak-pihak yang hanya mengandalkan modal tanpa idealisme.
Media massa bukan bisnis sembarangan dan tidak semua pihak dapat mengelolanya dengan baik. Dalam media massa ada idealisme yang harus dibangun dan ada tugas serta fungsi yang melekat di dalamnya, yang juga harus dipertahankan.
Kaum kapitalis boleh saja menjadi pemilik media, namun jangan diharap dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik. Kapitalis hanya mengejar keuntungan materi, sedangkan Wartawan memiliki idealisme moral.
Maka ketika wartawan menjadi pemilik media, itu langkah positif. Diyakini, dia mampu mengelola media massa dengan basis kompetensi, guna menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawal moral bangsa. Penyebar informasi, pengibur masyarakat, pendidik dan menjadi kekuatan sosial kontrol.
Jurnalisme Dinamit
Karenanya, ketika diminta memberi komentar dalam peluncuran Koran ALTERNATIF milik Amson Purba saya lebih focus mengingatkan agar jajaran pengelolanya (baik redaksi maupun non-redaksi) disiapkan dari tenaga-tenaga profesional dan berwawasan luas. Tentu, tanpa mengabaikan ketersediaan dana guna mendukung tugas-tugas operasional.
Profesionalisme redaksi dan non redaksi ini penting diperhatikan, agar ALTERNATIF jangan terjebak menjadi jurnalisme dinamit (dynamite journalism), yang menjadi trend media massa saat ini.
Jangan menjadi surat kabar yang mampu melaporkan isu dan informasi hingar-bingar, seolah bersuara lantang, tapi setelah itu sunyi-senyap. Surat kabar ALTERNATIF, seharusnya benar-benar menjadi media alternatif bagi pembaca untuk mengetahui informasi secara tuntas dan lugas.
Harus diingat, sejumlah pengamat sering mengkritisi prilaku media massa di Indonesia saat ini, yang masih cenderung melakukan jurnalisme dinamit. Apalagi harus diakui, dalam berbagai hal peran media massa masih sebatas pemandu sorak (cheerleaders) atau corong pengeras suara (megaphones) dari kelompok tertentu.
Misalnya dalam pengungkapan kasus korupsi dan kejahatan lainnya, media massa masih sekedar menyuarakan apa yang dikatakan orang. Belum pada titik apa yang ditemukan media itu. Hal ini karena, media massa tidak melakukan penyelidikan terhadap kasus. Wartawan hanya menunggu hasil laporan para penyelidik resmi atau partikelir.
Trend media massa di era mendatang adalah, adanya upaya media massa melakukan investigatif reporting terhadap kasus-kasus yang diberitakan. Itu sebabnya, sumber daya manusia (SDM) jajaran redaksi , harus menjadi perhatian.
Wartawan harus mengungkap kasus, tidak sekedar menjalankan tugas rutin pencarian berita sehari-hari yang tidak mendalam. Tidak sekedar bercokol di pos masing-masing, menanti datangnya informasi atau bocoran sumber mengenai kasus-kasus besar yang bisa meledak di media massa.
Investigasi
Jika ingin diperhitungkan dan menjadi Koran ALTERNATIF, jurnalisme investigasi harus dikedepankan. Tidak masanya lagi mengandalkan bocoran informasi, karena itu sudah ketinggalan zaman.
Hal lain yang perlu diingat adalah, posisi media massa sebaga pilar keempat demokrasi. Untuk dapat mewujudkan peran strategis tersebut, media harus mampu menjaga jarak terhadap lembaga-lembaga kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), juga terhadap kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi di luar negara.
Jarak media massa dengan lembaga kekuasaan negara, perlu diatur agar dapat memerankan dirinya secara maksimal sebagai kekuatan pengontrol, yang terus-menerus bersuara kritis. Di samping itu, media massa juga dapat memerankan dirinya sebagai sosialisator yang secara intensif dapat menyebarluaskan ide-ide dan pemikiran-pemikiran penting untuk membangun moral dan mental bangsa.
Tentu upaya mewujudkan peran-peran yang strategis dan ideal seperti itu tidaklah mudah. Apalagi sebagai Koran yang baru muncul, harus ada menu spesifik yang memungkinkan media ini di lirik pembaca.
Hal lain yang tidak kalah penting diperhatikan, menyangkut penanganan manajemen media. Mulai dari pra-produksi, proses produksi, pos-produksi, termasuk juga menyangkut distribusi, transportasi dan marketing. Dan melihat pengalaman yang ada, saya yakin Bung Amson Purba mampu menakhodai koran ALTERNATIF itu. Selamat Bung !
(Saran Simpatik Untuk Koran ALTERNATIF)
Catatan : Mayjen Simanungkalit
KETIKA suatu sore di gedung DPRDSU, rekan saya Amson Purba mengutarakan niat menerbitkan surat kabar, hati saya sempat terenyuh. Kok bisa-bisanya seorang Amson berfikir secerdas itu.
Koran apa namanya Bung ? “Alternatif…………”, jawabnya singkat. Dia juga minta agar saya memberi saran seputar Koran yang segera akan dia terbitkan itu.
Langkah berani ditempuh seorang Amson Purba perlu dicungi jempol. Karena wartawan paling berkompeten menjadi pemilik media, ketimbang pihak-pihak yang hanya mengandalkan modal tanpa idealisme.
Media massa bukan bisnis sembarangan dan tidak semua pihak dapat mengelolanya dengan baik. Dalam media massa ada idealisme yang harus dibangun dan ada tugas serta fungsi yang melekat di dalamnya, yang juga harus dipertahankan.
Kaum kapitalis boleh saja menjadi pemilik media, namun jangan diharap dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara baik. Kapitalis hanya mengejar keuntungan materi, sedangkan Wartawan memiliki idealisme moral.
Maka ketika wartawan menjadi pemilik media, itu langkah positif. Diyakini, dia mampu mengelola media massa dengan basis kompetensi, guna menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengawal moral bangsa. Penyebar informasi, pengibur masyarakat, pendidik dan menjadi kekuatan sosial kontrol.
Jurnalisme Dinamit
Karenanya, ketika diminta memberi komentar dalam peluncuran Koran ALTERNATIF milik Amson Purba saya lebih focus mengingatkan agar jajaran pengelolanya (baik redaksi maupun non-redaksi) disiapkan dari tenaga-tenaga profesional dan berwawasan luas. Tentu, tanpa mengabaikan ketersediaan dana guna mendukung tugas-tugas operasional.
Profesionalisme redaksi dan non redaksi ini penting diperhatikan, agar ALTERNATIF jangan terjebak menjadi jurnalisme dinamit (dynamite journalism), yang menjadi trend media massa saat ini.
Jangan menjadi surat kabar yang mampu melaporkan isu dan informasi hingar-bingar, seolah bersuara lantang, tapi setelah itu sunyi-senyap. Surat kabar ALTERNATIF, seharusnya benar-benar menjadi media alternatif bagi pembaca untuk mengetahui informasi secara tuntas dan lugas.
Harus diingat, sejumlah pengamat sering mengkritisi prilaku media massa di Indonesia saat ini, yang masih cenderung melakukan jurnalisme dinamit. Apalagi harus diakui, dalam berbagai hal peran media massa masih sebatas pemandu sorak (cheerleaders) atau corong pengeras suara (megaphones) dari kelompok tertentu.
Misalnya dalam pengungkapan kasus korupsi dan kejahatan lainnya, media massa masih sekedar menyuarakan apa yang dikatakan orang. Belum pada titik apa yang ditemukan media itu. Hal ini karena, media massa tidak melakukan penyelidikan terhadap kasus. Wartawan hanya menunggu hasil laporan para penyelidik resmi atau partikelir.
Trend media massa di era mendatang adalah, adanya upaya media massa melakukan investigatif reporting terhadap kasus-kasus yang diberitakan. Itu sebabnya, sumber daya manusia (SDM) jajaran redaksi , harus menjadi perhatian.
Wartawan harus mengungkap kasus, tidak sekedar menjalankan tugas rutin pencarian berita sehari-hari yang tidak mendalam. Tidak sekedar bercokol di pos masing-masing, menanti datangnya informasi atau bocoran sumber mengenai kasus-kasus besar yang bisa meledak di media massa.
Investigasi
Jika ingin diperhitungkan dan menjadi Koran ALTERNATIF, jurnalisme investigasi harus dikedepankan. Tidak masanya lagi mengandalkan bocoran informasi, karena itu sudah ketinggalan zaman.
Hal lain yang perlu diingat adalah, posisi media massa sebaga pilar keempat demokrasi. Untuk dapat mewujudkan peran strategis tersebut, media harus mampu menjaga jarak terhadap lembaga-lembaga kekuasaan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif), juga terhadap kekuatan-kekuatan politik dan ekonomi di luar negara.
Jarak media massa dengan lembaga kekuasaan negara, perlu diatur agar dapat memerankan dirinya secara maksimal sebagai kekuatan pengontrol, yang terus-menerus bersuara kritis. Di samping itu, media massa juga dapat memerankan dirinya sebagai sosialisator yang secara intensif dapat menyebarluaskan ide-ide dan pemikiran-pemikiran penting untuk membangun moral dan mental bangsa.
Tentu upaya mewujudkan peran-peran yang strategis dan ideal seperti itu tidaklah mudah. Apalagi sebagai Koran yang baru muncul, harus ada menu spesifik yang memungkinkan media ini di lirik pembaca.
Hal lain yang tidak kalah penting diperhatikan, menyangkut penanganan manajemen media. Mulai dari pra-produksi, proses produksi, pos-produksi, termasuk juga menyangkut distribusi, transportasi dan marketing. Dan melihat pengalaman yang ada, saya yakin Bung Amson Purba mampu menakhodai koran ALTERNATIF itu. Selamat Bung !