DPRDSU Tuding Proyek Lae
Nuaha Dairi Kurang Profesional
Medan, (Lapan Anam)
Tim reses X DPRD Sumut nilai adanya kejanggalan pada pekerjaan timbunan tanah di hulu sungai Lae Nuaha-Dairi dan jebolnya timbunan tanah tersebut akibat tidak adanya planning atau perencanaan teknis dan kontrak kerja, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir dan merusak areal pertanian.
Sikap berang itu dilontarkan Ketua tim Reses X Taufan Ginting dan Wakil Ketua tim Ir Edison Sianturi kepada wartawan, Sabtu (12/04/08), terkait hasil kunjungan lokasi banjir tahun 2006 di Lae Nuaha Dairi dan mengadakan pertemuan dengan Pemkab Dairi.
”Proyek Lae Nuaha Dairi tidak ditangani secara profesional”, kata Ginting dan Edison.
Dari pengakuan staf kimpraswil Ir. Slamat Sihombing, kata Edison, timbunan tersebut dilakukan untuk menyeberangkan alat berat ke seberang, padahal lebar jurang 50-70 meter dan ketinggian timbunan 5-8 meter. Artinya, pekerjaan timbunan dilakukan tanpa ada perencanaan teknis dan kontrak kerja.
”Pengakuan ini terus terang kita sangat marah, karena suatu instansi teknis segampang itu menyatakan melakukan penimbunan jurang yang tinggi hanya untuk menyeberangkan alat berat dan menanam gorong-gorong diameter 80 cm dan 100 cm, tanpa perhitungan teknis yang matang dan mengakibatkan banjir sewaktu hujan turun lebat. Gorong-gorong tumpat dan timbunan tanah tidak mampu menahan air, akibatnya banjir besar menyapu seluruh lahan pertanian dan tambak ikan yang ada di hilir sungai pada waktu itu,” ujar Edison.
Diungkapkan Edison, alasan tim meninjau jebolnya timbunan tanah sungai mengakibatkan banjir tahun 2006, adanya pengaduan masyarakat ke DPRD Sumut beberapa waktu lalu, karena masyarakat merasa tidak mendapat perhatian dari Pemkab setelah banjir menimpa lahan pertanian.
Dari pertemuan dengan Pemkab, disebutkan Pemkab memberikan sekedar bantuan Rp1 juta-Rp1,5 juta per KK yang lahannya habis disapu banjir. Pemberian bantuan tersebut dengan alasan bencana alam. Namun ada sebagian warga tidak mau menerima karena merasa tidak wajar.
Karena itu, tandas Edison, minta Kapoldasu dan Kejatisu untuk mengusut penyebab banjir di Lae Nuaha Dairi tahun 2006, karena Polres Dairi dan Kajari telah meng-SP3-kan kasus tersebut. ”Kita melihat terdapat kejanggalan, seperti pekerjaan dilakukan swakelola dengan alasan untuk pematangan tanah ring road, padahal dalam pelaksanaannya mereka melakukan penimbunan tanah yg begitu besar tanpa melakukan kajian teknis terlebih dulu,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Edison dari Partai Patriot Pancasila itu, kelalaian Dinas kimpraswil hanya menanam gorong-gorong sekecil itu tanpa memperhitungkan debit air dan curah hujan.
”Walaupun pemkab memberi bantuan, bukan berarti menghilangkan tanggungjawab dinas teknis yangg melakukan penimbunan sembrono tanpa perencanaan. Harus ada yang bertanggungjawab dalam hal ini. Jangan rakyat jelata dipaksa diam dan menerima segala keteledoran yang dilakukan Dinas Kimpraswil Dairi,’ ujarnya.
Terkait masalah ini, Edison menegaskan, Dewan akan terus mengawal kasus ini hingga jelas siapa yang pertanggungjawab. ”Jangan bermain-main dengan konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat khususnya petani. Dewan tidak terima perlakuan ini dan harus diusut tuntas,” tandasnya.(ms)
Medan, (Lapan Anam)
Tim reses X DPRD Sumut nilai adanya kejanggalan pada pekerjaan timbunan tanah di hulu sungai Lae Nuaha-Dairi dan jebolnya timbunan tanah tersebut akibat tidak adanya planning atau perencanaan teknis dan kontrak kerja, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir dan merusak areal pertanian.
Sikap berang itu dilontarkan Ketua tim Reses X Taufan Ginting dan Wakil Ketua tim Ir Edison Sianturi kepada wartawan, Sabtu (12/04/08), terkait hasil kunjungan lokasi banjir tahun 2006 di Lae Nuaha Dairi dan mengadakan pertemuan dengan Pemkab Dairi.
”Proyek Lae Nuaha Dairi tidak ditangani secara profesional”, kata Ginting dan Edison.
Dari pengakuan staf kimpraswil Ir. Slamat Sihombing, kata Edison, timbunan tersebut dilakukan untuk menyeberangkan alat berat ke seberang, padahal lebar jurang 50-70 meter dan ketinggian timbunan 5-8 meter. Artinya, pekerjaan timbunan dilakukan tanpa ada perencanaan teknis dan kontrak kerja.
”Pengakuan ini terus terang kita sangat marah, karena suatu instansi teknis segampang itu menyatakan melakukan penimbunan jurang yang tinggi hanya untuk menyeberangkan alat berat dan menanam gorong-gorong diameter 80 cm dan 100 cm, tanpa perhitungan teknis yang matang dan mengakibatkan banjir sewaktu hujan turun lebat. Gorong-gorong tumpat dan timbunan tanah tidak mampu menahan air, akibatnya banjir besar menyapu seluruh lahan pertanian dan tambak ikan yang ada di hilir sungai pada waktu itu,” ujar Edison.
Diungkapkan Edison, alasan tim meninjau jebolnya timbunan tanah sungai mengakibatkan banjir tahun 2006, adanya pengaduan masyarakat ke DPRD Sumut beberapa waktu lalu, karena masyarakat merasa tidak mendapat perhatian dari Pemkab setelah banjir menimpa lahan pertanian.
Dari pertemuan dengan Pemkab, disebutkan Pemkab memberikan sekedar bantuan Rp1 juta-Rp1,5 juta per KK yang lahannya habis disapu banjir. Pemberian bantuan tersebut dengan alasan bencana alam. Namun ada sebagian warga tidak mau menerima karena merasa tidak wajar.
Karena itu, tandas Edison, minta Kapoldasu dan Kejatisu untuk mengusut penyebab banjir di Lae Nuaha Dairi tahun 2006, karena Polres Dairi dan Kajari telah meng-SP3-kan kasus tersebut. ”Kita melihat terdapat kejanggalan, seperti pekerjaan dilakukan swakelola dengan alasan untuk pematangan tanah ring road, padahal dalam pelaksanaannya mereka melakukan penimbunan tanah yg begitu besar tanpa melakukan kajian teknis terlebih dulu,” ungkapnya.
Selanjutnya, kata Edison dari Partai Patriot Pancasila itu, kelalaian Dinas kimpraswil hanya menanam gorong-gorong sekecil itu tanpa memperhitungkan debit air dan curah hujan.
”Walaupun pemkab memberi bantuan, bukan berarti menghilangkan tanggungjawab dinas teknis yangg melakukan penimbunan sembrono tanpa perencanaan. Harus ada yang bertanggungjawab dalam hal ini. Jangan rakyat jelata dipaksa diam dan menerima segala keteledoran yang dilakukan Dinas Kimpraswil Dairi,’ ujarnya.
Terkait masalah ini, Edison menegaskan, Dewan akan terus mengawal kasus ini hingga jelas siapa yang pertanggungjawab. ”Jangan bermain-main dengan konstruksi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat khususnya petani. Dewan tidak terima perlakuan ini dan harus diusut tuntas,” tandasnya.(ms)