fashion pria

UNTUNGLAH INDONESIA PUNYA SRI BINTANG PAMUNGKAS

Oleh: Shohibul Anshor Siregar

Data resmi dari Pleno KPU menyebutkan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu 2009 sebanyak 171.068.667, Sebanyak 67.058.882 di antaranya golput, belum termasuk kemungkinan tambahan dari 17.488.581 suara yang dikategorikan tak sah. Sebab di TPS terbukti ada juga golput dengan modus sengaja merusak kertas suara atau tidak mencontreng kertas suara. Apabila ditambahkan jumlah warga yang tidak masuk dalam DPT, tentu persentase angka golput masih lebih besar lagi.

DPT itu memang benar-benar bermasalah dari awal dan anehnya didiamkan sampai saatnya banyak pihak melemparkan tudingan. UU mewajibkan pemutakhiran data pemilih yang diduga keras tak pernah dilakukan meski biaya untuk itu habis. Pemerintah dan KPU saling lempar tanggungjawab, jauh dari suasana pembelajaran. Tetapi caci-maki sesama mereka tidak dapat menghilangkan tanggungjawab hukum.

Gambaran demokrasi dari snapshot pemilu 2009 ini memang jelas sebuah set-back yang tidak masuk akal. Pemilu dengan design pengabaian hak konstitusional warga Negara, jelas tidak dapat diterima dan harus ada yang bertanggungjawab untuk pekerjaan politik yang amat nakal itu.

Keberanian Mengungkap Perasaan Rakyat

Agaknya itulah yang “ditonjok” keras oleh Sri Bintang Pamungkas (SBP) dengan menggelar Kongres Nasional Golongan Putih di Yogyakarta akhir pekan lalu. Gerakan SBP bukanlah sekadar interupsi politik yang memancing sikap canggung dan sedikit kurang santun dari kepolisian yang membubarkan perhelatan itu. SBP dan jaringannya dengan kongres itu tampak memiliki motif kuat untuk memberi pmbelajaran politik yang sehat kepada semua pihak.

Akumulasi kekecewaan terus berlangsung di tengah masyarakat berkenaan dengan proses pemilu 2009. Siapakah gerangan di negeri ini yang belum tahu atau belum mau mengakui bahwa Pemilu 2009 terburuk setelah reformasi? Jajaran KPU yang di antaranya sudah ada yang berstatus dalam ancaman pemecatan atau pidana itu? Pihak atau para pihak yang diuntungkan oleh buruknya pemilu 2009? Masihkah untuk pemilu yang sudah terbukti tanpa ruh ini akan tetap menguat usaha untuk berlindung di balik kalimat pembodohan lama (yang selalu ditonjolkan setiap pemilu) bahwa pemilu 2009 berlangsung “aman dan damai” sambil menegakkan negasi atas tuduhan buruknya pemilu 2009?

Tetapi multi kompleks permasalahan sosial dan ekonomi saat ini menyebabkan masyarakat tak punya daya untuk menyatakan penolakan terhadap segala macam ketidak-beresan sistem yang dihadapinya. Apatisme makin bertambah terlebih minggu-minggu terakhir institusi yang ada, termasuk seluruh parpol, sudah memilih pilpres dan bagi-bagi kekuasaan sebagai urusan tunggal untuk motif yang jauh dari kemaslahatan rakyat. Untunglah ada SBP. Jika tidak, rakyat yang kebanyakan relatif masih berhati mulia meski kurang pengetahuan dan kesadaran politik itu, tidak akan terwakili dalam ekspresi penolakan terhadap pemilu 2009 yang tidak bermartabat itu.

Gerakan SBP dan jaringannya agaknya tidak akan melahirkan perubahan sikap masyarakat secara signifikan. Namun SBP telah menunaikan kewajiban seorang warga Negara yang penuh ketauladanan. Tak ubahnya seperti mengambil alih sebuah kewajiban fardhu kifayah (sempurna apabila seorang saja mengambil alih kewajiban seluruh warga).

Sayangnya gerakan SBP menyisakan sebuah pertanyaan, mengapa tidak dimulai dari awal, misalnya menolak pemilu legislatif dengan sejumlah alasan, di antaranya ketidak beresan DPT. Kesalahan memilih momentum akhirnya dapat terkesan ingin memusuhi naiknya kembali SBY ke kursi kepresidenan setelah partainya memenangkan pemilu legislatif dan bertabur dukungan politik menuju pilpres. Tentu SBP punya alasan di balik gerakan itu. ***