Berastagi (Lapan Anam)
Ketua Seksi Organisasi PWI Sumut Drs Mayjen Simanungkalit mengatakan, kebebasan pers tanpa kendali memunculkan anak haram jurnalisme.
"Kebebesan pers membuka peluang pihak tidak berkompeten memasuki profesi wartawan.Dampaknya anak haram jurnalisme lahir diranah publik seperti koran-koran kuning yang dicirikan eksploitasi cerita seks,cabul dan menjadi penyebar pitnah", katanya ketika tampil sebagai pembicara dalam pembekalan dan seleksi calon anggota PWI Sumut di Bumi Perkemahan Sibolangit,Deli Serdang,Sumut,Jumat (28/12).
Anak haram jurnalisme kata dia,tidak bisa diharapkan sebagai pengawal moral bangsa sebagaimana diharapkan kepada kaum jurnalis. Wartawan yang tidak berbasis kompetensi hanya akan menggunakan medianya untuk mengumbar syahwat,penyebar berita bohong dan pitnah ketimbang menjalankan fungsi pers sebagai pendidik,penyebar informasi,kontrol sosial dan penghibur.
"Anak haram jurnalisme hanya akan menyesatkan pembaca dan tidak bisa diharapkan menjadi media pengawal moral bangsa", katanya.
Dalam acara yang berlangsung sejak Kamis sampai Sabtu itu, Mayjen Simanungkalit juga direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Publik (LAMPIK) mengatakan, kebebasan pers tanpa kendali menjerumuskan pers menjadi kebablasan.
Kran kebebasan pers yang terbuka lebar,menyebabkan munculkan gerombolan wartawan tanpa bekal kompetensi. Orang yang tidak berkompeten masuk ranah pers sehingga menabrak aturan dan etika yang selama ini melekat di profesi wartawan sebagai penjaga moral bangsa.
Karenanya,dia menyarankan agar wartawan berbasis kompetensi dengan membekali diri dengan komptensi moral dan etika,kompetensi ilmu pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
"Pembekalan dan pelatihan jurnalistik,termasuk upaya PWI menjadikan anggotanya berbasis kompetensi", ujarnya.
Kata dia, profesi wartawan tidak bisa dilakukan sambil lalu,melainkan dengan kesadaran moral dan penuh tanggungjawab. Maka bisa saja semua orang mengaku sebagai wartawan dengan terbukanya peluang, tapi menjadi wartawan berbasis kompetensi tidak semua orang bisa melakukannya tanpa kesadaran moral.
"Kompetensi moral dan etika,kompetensi ilmu pengetahuan dan kompetensi keterampilan, menjadi syarat minimal bagi seseorang yang ingin menjadi wartawan", katanya.
Menurut alumni IAIN Medan itu, wartawan harus memiliki moral dan tahu etika agar tidak menjadi penyebar kabar bohong atau pitnah.Maka wartawan anggota PWI harus mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ).
Wartawan juga harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas,agar mampu menjalankan tugasnya sebagai penyebar informasi yang baik dan kekuatan kontrol sosial. Demikian juga keterampilan berwawancara,investigasi dan menulis berita, termasuk keterampilan mengoperasikan tehnologi informasi seperti komputer,kamera dan internet.(ms)
Ketua Seksi Organisasi PWI Sumut Drs Mayjen Simanungkalit mengatakan, kebebasan pers tanpa kendali memunculkan anak haram jurnalisme.
"Kebebesan pers membuka peluang pihak tidak berkompeten memasuki profesi wartawan.Dampaknya anak haram jurnalisme lahir diranah publik seperti koran-koran kuning yang dicirikan eksploitasi cerita seks,cabul dan menjadi penyebar pitnah", katanya ketika tampil sebagai pembicara dalam pembekalan dan seleksi calon anggota PWI Sumut di Bumi Perkemahan Sibolangit,Deli Serdang,Sumut,Jumat (28/12).
Anak haram jurnalisme kata dia,tidak bisa diharapkan sebagai pengawal moral bangsa sebagaimana diharapkan kepada kaum jurnalis. Wartawan yang tidak berbasis kompetensi hanya akan menggunakan medianya untuk mengumbar syahwat,penyebar berita bohong dan pitnah ketimbang menjalankan fungsi pers sebagai pendidik,penyebar informasi,kontrol sosial dan penghibur.
"Anak haram jurnalisme hanya akan menyesatkan pembaca dan tidak bisa diharapkan menjadi media pengawal moral bangsa", katanya.
Dalam acara yang berlangsung sejak Kamis sampai Sabtu itu, Mayjen Simanungkalit juga direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Publik (LAMPIK) mengatakan, kebebasan pers tanpa kendali menjerumuskan pers menjadi kebablasan.
Kran kebebasan pers yang terbuka lebar,menyebabkan munculkan gerombolan wartawan tanpa bekal kompetensi. Orang yang tidak berkompeten masuk ranah pers sehingga menabrak aturan dan etika yang selama ini melekat di profesi wartawan sebagai penjaga moral bangsa.
Karenanya,dia menyarankan agar wartawan berbasis kompetensi dengan membekali diri dengan komptensi moral dan etika,kompetensi ilmu pengetahuan dan kompetensi keterampilan.
"Pembekalan dan pelatihan jurnalistik,termasuk upaya PWI menjadikan anggotanya berbasis kompetensi", ujarnya.
Kata dia, profesi wartawan tidak bisa dilakukan sambil lalu,melainkan dengan kesadaran moral dan penuh tanggungjawab. Maka bisa saja semua orang mengaku sebagai wartawan dengan terbukanya peluang, tapi menjadi wartawan berbasis kompetensi tidak semua orang bisa melakukannya tanpa kesadaran moral.
"Kompetensi moral dan etika,kompetensi ilmu pengetahuan dan kompetensi keterampilan, menjadi syarat minimal bagi seseorang yang ingin menjadi wartawan", katanya.
Menurut alumni IAIN Medan itu, wartawan harus memiliki moral dan tahu etika agar tidak menjadi penyebar kabar bohong atau pitnah.Maka wartawan anggota PWI harus mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ).
Wartawan juga harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas,agar mampu menjalankan tugasnya sebagai penyebar informasi yang baik dan kekuatan kontrol sosial. Demikian juga keterampilan berwawancara,investigasi dan menulis berita, termasuk keterampilan mengoperasikan tehnologi informasi seperti komputer,kamera dan internet.(ms)