Medan, (Lapan Anam)
Semua figur Bakal Calon (Balon) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) belum memenuhi kriteria pemimpin dalan Islam. Dari sejumlah nama figur Balon Gubsu yang muncul, H Chairuman Harahap SH, MH, H Ali Umri SH, MKn, H Syamsul Arifin SE, HT Milwan, RE Siahaan, Ir Darori MM, Mayjend Tri Tamtomo, Rambe Kamaruzzaman, Ir Beni Pasaribu, Rudulf M Pardede dan lain-lain itu belum satu pun yang memiliki kriteria pemimpin dalam Islam, yakni sidiq, amanah, tabligh dan fathanah.
Demikian point utama refleksi akhir tahun 2007, Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Sumatera Utara ditandatangani Ketua Machsin SH dan Sekretaris Drs Lukman Hakim Nasution.
Kepada pers, Sabtu (29/12), di Sekretariat GP Ansor Sumut Jl T Amir Hamzah Medan, Machsin dan Lukman Hakim, didampingi sejumlah pengurus Ansor sumut juga menyebutkan situasi semakin memanasnya bursa Pilgubsu 2008 ternyata belum membawa nuansa perhelatan demokrasi Sumut secara positif bagi pembangunan sikap demokrasi rakyat.
Dikatakan, Baperjakat Pemprovsu yang tidak berfungsi, kredibiltas ulama MUI yang tercoreng, banyak pejabat eksekutif dan legislatif menggunakan ijazah palsu dan gelar doktor illegal, kekompakan pemuda memudar, masyarakat marginal sebatas objek program ekonomi kerakyatan, penegakan hukum masih pilih bulu, kesejahteraan guru serba tak jelas hingga persoalan pelayanan kesehatan yang masih sulit di akses masyarakat.
Dikatakan, sejumlah nama figur Balon Gubsu yang muncul ke permukaan itu tak seorang pun yang memiliki track record baik dan layak mengemban amanah rakyat Sumatera Utara. Karenanya GP Ansor Sumatera Utara mengimbau masyarakat khususnya keluarga besar Ahlussunnah wal jamaah untuk tidak memilih figur Balon Gubsu yang rela mengorbankan akidah demi kepentingan jabatannya.
Pointer berikutnya refleksi akhir tahun itu tercatat bahwa sejumlah pejabat pemerintahan setingkat Kadis dan Kepala Badan di Pemrovsu masih memposisikan dirinya sebagai ‘penjilat’ atasannya, sehingga tidak segan-segan menodai akidah demi memenuhi ambisius jabatan untuk kepentingan pribadinya, bahkan di antara mereka umumnya berpredikat haji. Pantas saja jika Baperjakat yang seyogiyanya berfungsi sebagai sarana evaluasi kelayakan seorang menjadi pejabat tidak berfungsi. Siapa yang dekat, siapa ‘penjilat, menjadi pejabat.
Bahkan kata mereka, ada figur Balon Gubsu dan juga pejabat yang mengikuti acara-acara keagamaan lain selain Islam, demi mencari dukungan. Padahal, kata Lukman Hakim, MUI telah menerbitkan fatwa haram mengikuti acara-acara seperti itu.
Demikian dengan para anggota legislatif dari Parpol Islam sudah tidak lagi menggunakan cara-cara Islami dalam menyahuti aspirasi rakyat, bahkan ada yang mengarah kepada penggadaian akidah. Kredibilitas ulama juga tercoreng untuk pencapaian kepentingan pribadi masing-masing, sehingga yang terbangun krisis kepercayaan umat terhadap sikap ulama sebagai panutan. ‘Ulama’ sudah begitu dekat, bahkan menggantungkan kepentingan pribadinya kepada penguasa negara.
Pada bidang kepemudaan, refleksi akhir tahun PW GP Ansor Sumut hanya mengimbau agar kekompakan antar pemuda dan organisasi kepemudaan semakin mengkristal demi negara kesatuan Republik Indonesia, dan kondusifitas Sumut pada khususnya.
Sedangkan tentang merajalelanya penggunaan ijazah palsu dan gelar doktor illegal, menurut mereka, hal itu terjadi dikarenakan penegakan hukum yang tidak maksimal. “Institusi penegak hukum belum mempunyai tekad yang maksimal dalam penyelesaian kasus itu. Yang terkesan justru, aparat hukum masih pilih bulu alias tebang pilih dalam mengusut tuntas kejahatan yang menodai citra kaum intelektual dan pendidikan di negeri ini,” tambah mereka.
Dituliskan juga, perekonomian rakyat yang semakin parah, akibat program ekonomi kerakyatan yang digagas hanya sebatas program yang cenderung mengenyangkan sejumlah pejabat negeri. Penegakan hukum masih sebatas tekad yang belum diaktualisasikan di tengah kehidupan masyarakat. Yang menikmati hasil dari program penegakan hukum masih sebatas penguasa hukum dan orang berduit.
Nasib dan kesejahteraan guru selaku tenaga pendidik yang menempah generasi negeri ini masih termarginalkan. Pahlawan tanpa tanda jasa ini masih diposisikan sebagai kelompok masyarakat yang menjadikan profesi guru sebagai alternatif pengangguran. Demikian dengan pelayanan kesehatan masyarakat masih jauh dari program sehat yang digulirkan. Sarana dan fasilitas kesehatan yang masih sulit diakses masyarakat, serta masih mahalnya biaya berobat di tengah penggalakan program asuransi kesehatan masyarakat miskin karena birokrasi berbelit. (ms)
Semua figur Bakal Calon (Balon) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) belum memenuhi kriteria pemimpin dalan Islam. Dari sejumlah nama figur Balon Gubsu yang muncul, H Chairuman Harahap SH, MH, H Ali Umri SH, MKn, H Syamsul Arifin SE, HT Milwan, RE Siahaan, Ir Darori MM, Mayjend Tri Tamtomo, Rambe Kamaruzzaman, Ir Beni Pasaribu, Rudulf M Pardede dan lain-lain itu belum satu pun yang memiliki kriteria pemimpin dalam Islam, yakni sidiq, amanah, tabligh dan fathanah.
Demikian point utama refleksi akhir tahun 2007, Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Sumatera Utara ditandatangani Ketua Machsin SH dan Sekretaris Drs Lukman Hakim Nasution.
Kepada pers, Sabtu (29/12), di Sekretariat GP Ansor Sumut Jl T Amir Hamzah Medan, Machsin dan Lukman Hakim, didampingi sejumlah pengurus Ansor sumut juga menyebutkan situasi semakin memanasnya bursa Pilgubsu 2008 ternyata belum membawa nuansa perhelatan demokrasi Sumut secara positif bagi pembangunan sikap demokrasi rakyat.
Dikatakan, Baperjakat Pemprovsu yang tidak berfungsi, kredibiltas ulama MUI yang tercoreng, banyak pejabat eksekutif dan legislatif menggunakan ijazah palsu dan gelar doktor illegal, kekompakan pemuda memudar, masyarakat marginal sebatas objek program ekonomi kerakyatan, penegakan hukum masih pilih bulu, kesejahteraan guru serba tak jelas hingga persoalan pelayanan kesehatan yang masih sulit di akses masyarakat.
Dikatakan, sejumlah nama figur Balon Gubsu yang muncul ke permukaan itu tak seorang pun yang memiliki track record baik dan layak mengemban amanah rakyat Sumatera Utara. Karenanya GP Ansor Sumatera Utara mengimbau masyarakat khususnya keluarga besar Ahlussunnah wal jamaah untuk tidak memilih figur Balon Gubsu yang rela mengorbankan akidah demi kepentingan jabatannya.
Pointer berikutnya refleksi akhir tahun itu tercatat bahwa sejumlah pejabat pemerintahan setingkat Kadis dan Kepala Badan di Pemrovsu masih memposisikan dirinya sebagai ‘penjilat’ atasannya, sehingga tidak segan-segan menodai akidah demi memenuhi ambisius jabatan untuk kepentingan pribadinya, bahkan di antara mereka umumnya berpredikat haji. Pantas saja jika Baperjakat yang seyogiyanya berfungsi sebagai sarana evaluasi kelayakan seorang menjadi pejabat tidak berfungsi. Siapa yang dekat, siapa ‘penjilat, menjadi pejabat.
Bahkan kata mereka, ada figur Balon Gubsu dan juga pejabat yang mengikuti acara-acara keagamaan lain selain Islam, demi mencari dukungan. Padahal, kata Lukman Hakim, MUI telah menerbitkan fatwa haram mengikuti acara-acara seperti itu.
Demikian dengan para anggota legislatif dari Parpol Islam sudah tidak lagi menggunakan cara-cara Islami dalam menyahuti aspirasi rakyat, bahkan ada yang mengarah kepada penggadaian akidah. Kredibilitas ulama juga tercoreng untuk pencapaian kepentingan pribadi masing-masing, sehingga yang terbangun krisis kepercayaan umat terhadap sikap ulama sebagai panutan. ‘Ulama’ sudah begitu dekat, bahkan menggantungkan kepentingan pribadinya kepada penguasa negara.
Pada bidang kepemudaan, refleksi akhir tahun PW GP Ansor Sumut hanya mengimbau agar kekompakan antar pemuda dan organisasi kepemudaan semakin mengkristal demi negara kesatuan Republik Indonesia, dan kondusifitas Sumut pada khususnya.
Sedangkan tentang merajalelanya penggunaan ijazah palsu dan gelar doktor illegal, menurut mereka, hal itu terjadi dikarenakan penegakan hukum yang tidak maksimal. “Institusi penegak hukum belum mempunyai tekad yang maksimal dalam penyelesaian kasus itu. Yang terkesan justru, aparat hukum masih pilih bulu alias tebang pilih dalam mengusut tuntas kejahatan yang menodai citra kaum intelektual dan pendidikan di negeri ini,” tambah mereka.
Dituliskan juga, perekonomian rakyat yang semakin parah, akibat program ekonomi kerakyatan yang digagas hanya sebatas program yang cenderung mengenyangkan sejumlah pejabat negeri. Penegakan hukum masih sebatas tekad yang belum diaktualisasikan di tengah kehidupan masyarakat. Yang menikmati hasil dari program penegakan hukum masih sebatas penguasa hukum dan orang berduit.
Nasib dan kesejahteraan guru selaku tenaga pendidik yang menempah generasi negeri ini masih termarginalkan. Pahlawan tanpa tanda jasa ini masih diposisikan sebagai kelompok masyarakat yang menjadikan profesi guru sebagai alternatif pengangguran. Demikian dengan pelayanan kesehatan masyarakat masih jauh dari program sehat yang digulirkan. Sarana dan fasilitas kesehatan yang masih sulit diakses masyarakat, serta masih mahalnya biaya berobat di tengah penggalakan program asuransi kesehatan masyarakat miskin karena birokrasi berbelit. (ms)