Catatan : Mayjen Simanungkalit
SIAPA tidak kenal H Syamsul Arifin, SE. Dia manusia bertuah, putra pejuang kemerdekaan “Berandan Bumi Hangus”, H Hasan Basri yang lebih dikenal sebagai Hasan Perak.
Lelaki kelahiran 25 September 1952 ini, menjabat Bupati Langkat 2003- 2008, jabatan yang sebelumnya pernah dipegangnya tahun 1998-2003. Kini dia juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu
Syamsul Arifin gelar Datuk Sri Hidayatullah Lilawangsa, memegang sejumlah jabatan penting di organisasi. Banyak juga marga yang sudah disandangnya, diberikan tokoh etnis karena kedekatan emosional. Dia memang manusia langka dan unik.
Ketika akhir-akhir ini muncul wacana mencari figur calon Gubsu priode 2008-2013, nama sang Datuk tidak bisa dikesampingkan. Namanya ramai dimunculkan banyak kalangan, untuk mengisi daftar Calon Gubernur pada era pemilihan langsung tersebut.
Tentang ini, Datuk selalu berupaya mencari jawaban dengan bahasa diplomatis. ”Saya tak siap menjadi Calon Gubernur Sumut.Tapi saya sangat siap untuk menjadi Gubernur Sumut” . Dia belum berani bicara tegas soal yang satu ini. Kesan yang muncul, dia malah nampak tenang-tenang saja, ketika banyak kalangan dan kerabat heboh mengusung namanya.
Doa Dipanjatkan
Suatu ketika saat makan siang di Restauran Wisma Benteng Jalan Maulana Lubis Medan, Haji Rifin didampingi saudara angkatnya Marga Nababan kepada penulis pernah mengatakan, tidak gampang menjadi Gubernur. Saya pun tidak menanggapinya, karena semua orang tahu soal itu.
Namun berselang kemudian, dia makin sering diundang menghadiri acara-acara Parpol dan ormas. Uniknya kendati tidak punya jabatan di organisasi tersebut, Haji Rifin selalu didaulat memberi sambutan. Jejak langkahnya makin membingungkan.
Lalu bersama rekan sejawat dan kerabat, sang Datuk mendirikan Amir Hamzah Centre (AHC) dan telah di resmikan Jumat pekan lalu (2/2) di Jalan Amir Hamzah
Kata Haji Rifin, AHC hanya sebagai wadah untuk menghimpun berbagai informasi serta menjalin komunikasi yang lebih terarah dan berkesinambungan. Sejumlah tokoh penting dan simpul-simpul ummat hadir dalam peresmian itu. Antara lain Ketua MUI Sumut dan Ketua MUI Medan, Ketua DPRD DS Wagirin Arman, Ketua PW GP Ansor Sumut Machsin SH, KH. Zulfikar Hajar Lc, KH Bahrum Ahmad, KH. Jalaluddin Abdul Mutholib dan Drs.H. Sakhira Zaudi Msi, para rektor antara lain Rektor UMSU Bahdin Nur Tanjung SE, MM dan Rektor UMA Prof DR. HM Ali Ya’caub Matondang MA, beberapa pemimpin surat kabar antara lain Pemimpin Redaksi Harian Medan Pos, Farianda Putra Sinik.
Sang Datuk boleh saja belum terang-terangan mengatakan akan maju dalam Pilgubsu mendatang, namun pembentukan AHC jelas menjadi bagian dari jejak sang Datuk menuju gedung Diponegoro Medan.
Disisi lain, kendati Haji Rifin tenang-tenang saja soal wacana calon Gubsu, toh dukungan dan doa kepadanya tetap saya dipanjatkan berbagai pihak. Saya yakin doa orang yang tulus, tidak akan ditolak. Dan jika sudah banyak doa dipanjatkan dan banyak harapan terlanjur di bentang, sang Datuk memenuhi syarat untuk wajib mencalonkan diri menjadi Gubsu. Jika ini dianggap dalil, Fardhu a’in hukumnya bagi Pak Haji Rifin menjadi calon Gubsu.
Doa dan harapan banyak pihak agar Syamsul Arifin maju sebagai calon, sejatinya sudah terlihat dan makin gencar sejak beberapa bulan terakhir. Namanya sering disebut sebagai calon cukup potensial sebagai penantang.
Datuk dijagokan beberapa Ormas, OKP, Organisasi Profesi, ulama dan simpul-simpul masyarakat lainnnya di Sumatera Utara. Figur H Syamsul Arifin dinilai sebagai seorang pemimpin yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tidak diragukan lagi.
Dukungan terhadap sang Datuk untuk menduduki kursi Gubsu di Lantai 10 gedung Jalan Diponegoro Medan, bukan sekadar latah. Tetapi berdasarkan sejumlah kriteria dan penilaian yang dilakukan. Salah satu diantaranya menyangkut tingkat loyalitas kepada rakyat dan kesetiaan kepada pemerintah.
Kriteria
Meyongsong Pilgubsu mendatang, masalah kriteria menjadi titik bidik cukup penting. Karenanya, berbagai diskusi soal kriteria Cagubsu, sudah jamak digelar. Parpol Islam sudah membangun komitmen, untuk bersatu dalam proses pencalonan.
Sementara kalangan kampus, Ormas dan OKP juga tidak ketinggalan, menjaring aspirasi akar rumput lewat dialog,seminar dan silaturrahmi. Dari berbagai diskusi dan dialog yang pernah penulis ikuti, umumnya menginginkan agar pemilih menolak calon pemimpin yang hanya banyak kombur dan pura-pura dermawan menjelang Pilgubsu.
Dalam Pilgubsu mendatang, tidak ada lagi ruang luas bagi calon yang sangat ambisius, yang orientasinya hanya kekuasaan semata-mata, yang niat berkuasanya untuk menumpuk harta, menghalalkan segala cara, menghambur-hamburkan uang untuk membeli suara dan mengumbar janji. Rakyat pasti tidak menolak uang dari Cagubsu yang tiba-tiba menjadi sangat dermawan, namun belum tentu akan memilih calon ambisius.
Figur calon Gubsu mendatang idealnya adalah tokoh tauladan, kompeten, kapabel, dan akseptabel. Kokoh imannya, bertakwa, mulia akhlaknya mampu bersikap adil dan jujur memiliki keberanian menegakkan keadilan serta punya komitmen mengurusi rakyat.
Lalu bagaimana peluang H Syamsul Arifin SE gelar Datuk Sri Hidayatullah Lilawangsa ? Dimata para pendukungnya, Datuk adalah tauladan sekaligus Idola. Pemimpin idola rakyat adalah pemimpin yang mau mendatangi rakyat. Mampu melakukan komunikasi sosial dan politik secara jujur sesuai dengan genetik dan karakter masing-masing kelompok masyarakat.
Terkait gencarnya dukungan kepada sang Datuk sebagai calon Gubsu, justru muncul karena dia memiliki
Saat Yang Tepat
Datuk yang kita kenal, memang sosok fenomental. Pisiknya jauh dari kategori ganteng, namun kalau berjalan dia seperti bermagnet. Dia selalu menyapa menyebut nama, santun bertutur dan suka guyon.
Sang Datuk dikenal pandai mengambil momen dan hadir pada kesempatan yang tepat. Sikap kedermawanannya sudah tidak diragukan. Filosopi mengatakan, jika tangan kanan memberi, tangan kiri jangan tahu. Namun sang Datuk justru lebih dari itu, jika tangan kanan memberi, tangan kiri juga harus memberi.
Filosopi ini begitu melekat dihati sang Datuk. Maka ketika dia mendengar ada orang yang dikenal dan mengenalnya diterpa musibah atau sakit, dia akan datang tanpa memberi kabar. Walau pun sudah menjadi orang penting, tidak sombong. Berpenampilan apa adanya dan tidak pernah lupa dengan orang yang pernah dikenal atau mengenalnya
Kepada orang sakit yang dijenguknya, Datuk selalu berkenan memberikan petuah-petuah bagaimana menghadapi fisik yang sakit. Maklum dia punya pengalaman soal itu, ketika harus berobat sampai ke Singapura. Bahkan dia sudah dua kali dikabarkan meninggal, hingga membuat geger kawan dan kerabatnya.
Sang datuk sering mengatakan, jiwa yang sehat dapat mengobati fisik yang sakit. Jiwa yang sehat itu ditandai dengan senantiasa berbaik sangka kepada Allah, tidak meninggalkan perintahNya seperti ibadah sholat, serta adanya keyakinan untuk sembuh.
Kepedulian terhadap orang yang dikenalnya itu, tentu saja sesuai filosofi hidupnya yang lekat dengan ungkapan Melayu: ”Bila kumbang menyeri bunga, manisnya ditelan diam - diam. Bila lebah mengisap madu, manisnya tumpah ke tangan orang”.
Sepak terjang sang Datuk diberbagai denyut kehidupan masyarakat, toh akhirnya meninggalkan jejak dihati banyak pihak. Dan jejak langkah sang Datuk menuju gedung Diponegoro Medan, makin terlihat jelas. Namun, sampai akhir pekan lalu, ia belum menyatakan kepastian apakah bersedia atau tidak singgah di gedung bercat putih itu. Keputusannya maju ke bursa pencalonan Gubsu masih akan ditunggu sampai pendaftaran Cagubsu dibuka secara resmi tahun 2008. Begitulah.*** (Dikutip dari Harian Medan Pos)