Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Banyak hikmah yang wajib kita pelajari dari sejarah negeri ini. Sebutlah PRRI Permesta, mengapa terjadi dan bagaimana memelihara keutuhan bangsa ini tanpa mengabaikan perlindungan terhadap warga negara dan mensejahterakannya
PENULIS asing, dan pada umumnya kalangan yang berlatar belakang karir militer, banyak yang menuduh PRRI Permesta hanyalah gerakan politik separatisme yang didasarkan pada unsur sakit hati dan berbau kedaerahan pula. Tetapi Soemitro Djojohadikoesoemo, ayah dari Jenderal Prabowo Subianto, ada di situ. Maka kalau PRRI Permesta itu pemberontakan kesukuan, maka suku manakah gerangan yang akan dibela dan diatasnamakan oleh Begawan Ekonomi itu? Bergabung dengan PRRI orang tua ini jelas mengambil resiko besar.
Ada kegamanangan di antara para elit nasional ketika Bung Karno dinilai sudah semakin mementingkan sesuatu yang bukan bangsa secara keseluruhan. Harus ada menara tertinggi di kawasan Melayu, dibangunlah Monas. Harus ada Mesjid terbesar di kawasan rumpun Melayu, dibangunlah Istiqlal. Harus ada ini, harus ada itu dan harus terbaik di antara negara-negara di sekitar. Rakyat dimamah terus dengan pidato-pidato politik dan dikatakan revolusi belum selesai. Ada tuduhan megalomania, dan tuduhan mengabaikan hakekat perjuangan memerdekakan Indonesia. Lupa membangun Indonesia, dengan rakyat yang sejahtera dan berdaulat.
Mengisis kemerdekaan yang direbut dengan penuh pengorbanan tidak mudah. Sesama perjuang pun bertengkar. Bukan hanya dalam bentuk pecahnya dwitunggal dengan mengundurkan dirinya Bung Hatta sebagai Wakil Presiden. PRRI Permesta adalah salah satu bentuk ketidak-cocokan di antara para pendiri bangsa. Dalam PRRI Permesta tentu saja ada cacat cela, tetapi tidak perlu menghilangkan fakta tentang gagasan besar pemakmuran negeri, sebuah interupsi besar yang membuat bangsa ini pernah bergolak.
Federalisme atau Otonomi Daerah
Riyaas Rasyid adalah seorang pemikir terkemuka selain M.Amien Rais berkenaan dengan upaya memajukan Indonesia dengan penempatan unitarianisme pada proporsi yang tak perlu mengganggu laju dan kreativitas daerah mengembangkan kemampuannya sepenuh-penuhnya tanpa harus komando tunggal Jakarta. M.Amien Rais menyebut federalisme, yang terbukti amat asing bagi banyak orang, terutama pemikir berlatar belakang militer. Dengan gagasan itulah M.Amien Rais tesudut dinyatakan sebagai agen Amerika, dan popularitas politiknya pun merosot tajam.
Riyaas Rasyid. mempersiapkan sofware dalam nama Otonomi Daerah. UU nomor 22 tahun 1999 adalah wujudnya. Gagal secara terhormat dalam perjuangan ini, Riyaas Rasyid pun menggap tak bermanfaat lagi untuk duduk sebagai menteri, lalu mengundurkan diri. Harus dicatat bahwa baik Riyaas Rasyid maupun M.Amien Rais telah sama-sama berusaha keras, termasuk mendirikan dan membangun partai, namun hasilnya belum tercapai.
Dukungan rakyat terlalu kecil untuk partai yang mereka dirikan dan komandokan sendiri. Gagasan besar tanpa aparat dan infrastruktur politik yang bisa diandalkan untuk memperjuangkannya, tentulah akan menjadi sebuah pemikiran belaka.
Gus Dur (Presiden) tidak berkenan mendiskusikan semua gagasan Riyaas Rasyid dan di antara puluhan peraturan pelaksanaan yang dituntut oleh UU Otonomi Daerah Nomor 22 tahun 1999 itu, pemerintah hanya menunjukkan inisiatif untuk membuat beberapa saja di antara yang dibutuhkan itu. Terjadilah pengutukan nasional, hingga endingnya dianggap tepat merevisi UU Nomor 22 Tahun 1999. Terbitlah UU baru Nomor 32 tahun 2004 yang memangkas sampai 70 % hakekat otonomi sebelumnya.
Dalam sebuah seminar di Medan beberapa tahun lalu, secara ekstrim Riyass Rasyid mempertanyakan untuk apa pemerintahan jika tidak mampu melindungi hak-hak rakyat dan apalagi mensejahterakannya. Dalam otonomi Daerahlah (UU 22 Tahun 1999) hal itu dijabarkan dalam pengaturan yang serius. Keseriusan mensejahterakan rakyat secara berdaulat dan cerdas itu tidak mengancam terhadap keutuhan NKRI sama sekali.
Jangan Dukung Yang Neolib
Kini tahun 2009 Indonesia akan memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan diberi mandat memerintah untuk periode 2009-2014. Aspirasi daerah amat sepi dalam perhelatan ini. Iklim ini amat sejalan dengan pemangkasan potensi aspirasi daerah sebagaimana pola pembangunan partai yang amat oligarkis.
Beberapa bulan lalu misalnya, tidak ada suara protes yang memadai ketika Menteri BUMN Sofyan Djalil akan memprivatisasi beberapa BUMN termasuk PTPN. Alasannya efisiensi. Padahal dalam kondisi seperti ini masyarakat seyogyanya melakukan bargaining politik kepada ketiga pasangan agar kebun yang luas dan menghasilkan besar sekali uang dari daerah (Sumatera Utara) dapat dibagi adil dengan pusat. Siapa yang bukan neolib pasti bersedia berkompromi tentang bagi hasil PTPN. Pasangan yang paling mengakomodasi kepentingan masyarakat, itu yang pantas didukung. Itu sebagai contoh kecil saja.
Meneg BUMN Sofyan Djalil ingin memprivatisasi BUMN ini dengan maksud perolehan uang lebih besar. Jika alasan efisiensi dan maksimasi profit, tentu saja negara pun (Indonesia) bisa kita tawarkan kepada dunia untuk diurus oleh sebuah badan khusus yang terdiri dari orang-orang paling profesional dan paling rasional dari berbagai negara di dunia, dan dijamin bisa membuat negeri ini lebih menghasilkan dan dijamin pula tanpa korupsi. Prinsip korporatokrasi tentu dapat saja menghalalkan itu, dan perasaan nasionalisme mempertahankan hak-hak tradisonal sebuah bangsa dalam konteks ini dapat dianggap kuno oleh agen-agen neo liberalisme.
Prabowo Subianto tampaknya tidak berfikir merujuk pemikiran ayahandanya Soemitro Djojohadikoesoemo. Dari latar belakang dan basis pemikiran para Capres/cawapres saat ini, kemungkinan besar SBY juga tidak akan tertarik, apalagi Mega. Seyogyanya JK akan lebih mudah memahami dan meneruskan gagasan itu berhubung latar belakang sebagai pengusaha.
Kita tidak tahu apakah Debat Capres yang diselenggarakan KPU nanti akan membuka pembahasan ke arah itu. Anies Baswedan, dia saya kira yang ditunjuk sebagai moderator untuk topik Otonomi daerah.
Bagaimana menurut Anda, Anies? Untuk memperbesar manfaat debat ini, alangkah baiknya jika anda rekomendasikan KPU secara khusus memberi waktu kepada M.Amien Rais dan Riyass Rasyid berbicara tentang agenda rakyat yang terkendala ini. Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin pun kiranya wajib hadir dan menyampaikan tawaran konsep bagi hasil yang adil dari keuntungan PTPN yang ada di daerah ini.
Kenanglah Soemitro Djojohadikoesoemo.