Oleh
Mayjen Simanungkalit
KASUS kematian Wayan
Mirna Salihin (27) alias Mirna, telah menyita
perhatian publik di tanah air. Wanita yang baru menikah itu, tewas setelah
meminum Kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Saat peristiwa ini terjadi, Mirna sedang bersama
dua temannya, yaitu Hani dan Jessica.
Seiring mencuatnya kasus ini,
publik menuntut Polisi agar lebih transparan. Polisi mendapat tekanan kuat,
agar membuka semua informasi terkait hasil penyidikan yang dilakukan.
Tekanan paling terasa adalah
dengan menuding seolah-olah Polisi
penetapan Jessica sebagai tersangka tanva didasari bukti kuat. Indikasi itu menurut publik,
terutama dari sikap Polisi yang tidak membeberkan rekaman CCTV di TKP.
Haruskahkah Polisi membuka semua
hasil penyidikan ke publik ? Haruskah
Polisi menjelaskan detail kasus ini ke publik dengan alasan era
keterbukaan informasi ?
Dalam perspektif UU No.14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), tidak semua hasil penyidikan bisa dibuka ke publik. Malah, dalam beberapa hal, Polisi harus menutup rapat hasil penyidikan.
Polisi tidak boleh tergoda,
apalagi terjebak membuka informasi yang masuk substansi hasil penyidikan. Polisi
sebaiknya menahan diri untuk tetap bekerja maksimal, menjaga kerahasian bukti-bukti
hasil penyidikan agar tidak terbantahkan kelak saat diuji di Pengadilan.
UU KIP menjamin hak Polisi
menutup informasi hasil penyidikan, seperti terdapat pada Pasal 17 hurup (a) angka (1) s/d
(5) UU KIP. Sebab jika dibuka ke publik,
diyakini dapat menghambat proses penyelidikan dan
penyidikan suatu tindak pidana.
Dalam
mengungkap kasus, Polisi juga harus menutup informasi yang apabila dibuka dapat
mengungkapkan identitas informan,
pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana,
mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana rencana yang berhubungan
dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional,
membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya;
dan/atau membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak
hukum.
Karenanya, dalam kasus Mirna, tindakan
Polisi menahan diri untuk tidak membuka hasil penyidikan ke publik, sudah
sangat tepat. Karena membuka substansi hasil penyidikan publik, malah akan mengacaukan penyidikan dan
mempersulit terungkapnya kejahatan.
Polisi sebaiknya tetap menutup
informasi tentang strategi yang digunakan dalam mengungkap kasus kematian Mirna. Rangkaian dan hasil
penyidikannya, tidak bisa dibuka ke publik. Informasi ini hanya boleh dibuka
kelak dihadapan majelis hakim, saat persidangan kasus ini digelar.
Konsekwensinya, publik dan media
tidak bisa memaksa Polisi membuka hasil penyidikan kasus ini. Yakinlah, menutup
informasi hasil penyidikan, jauh lebih bermanfaat bagi publik ketimbang
membukanya.
Semua pihak seharusnya memahami
posisi dan peran masing-masing dalam menyikapi kasus Mirna. Pahamilah, orang yang terlibat atau pelakunya pasti ikut
memantau kinerja Polisi. Maka jika hasil
penyidikan dibuka ke publik, pastilah orang yang meracuni Mirna mengantisipasi
dengan menghilangkan barang bukti atau alibi lain.
Pelaku dan pihak yang terlibat sudah pasti melakukan pembelaan dan berupaya menghilangkan barang bukti. Mereka ingin hasil penyidikan dipublis, agar mereka dapat mengantisipasi. Dengan berbagai cara, mereka akan memancing Polisi untuk terbuka.
Berangkat
dari teori yang dipopulerkan oleh Doktor dari Prancis yang bernama Dr. Edmund Locard, bahwa “Every
Contact Leaves a Trace” (Setiap
kontak yang terjadi akan meninggalkan jejak).
Dalam kasus Mirna, pastilah banyak jejak yang
dapat ditelusuri, guna mengungkap siapa pelaku sebenarnya. Jejak yang dimaksud
termasuk jejak kaki, jejak sepatu, potongan rambut, sidik jari, rokok, pakaian,
rekaman CCTV dan sebagainya.
Polisi sudah menelusuri semua
jejak kejahatan dan pasti sudah mengantongi bukti-bukti yang kuat, hingga
akhirnya menetapkan seseorang sebagai tersangka. Namun, tentulah dalam proses
menyidikan itu Polisi tidak boleh membuka bukti-bukti yang dimilikinya.
Dalam perspektif UU KIP, Polisi
hanya boleh membeberkan informasi yang
tidak termasuk substansi penyidikan. Polisi tidak boleh membuka informasi yang
masuk kategori informasi dikecualikan, yakni informasi yang apabila dibuka akan
dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana.
Terkait itu, Publik diharapkan dapat menghormati keputusan Polisi dalam kasus Mirna. Yakni, tidak membuka seluruh informasi hasil penyelidikan dan penyidikan.
Walaupun UU KIP menyatakan, setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap
Pengguna Informasi Publik.
Namun dalam mengungkap kejahatan, ada banyak informasi yang malah harus
dirahasiakan. ***