KOTA MEDAN kaya dengan bermacam oleh-leh, mulai dari berbagai jenis panganan seperti Kue Bolu, Bika Ambon dan Pancake Durian. Namun Ikan Salae Sibahut, kini menjadi oleh-oleh yang banyak diganduringi khususnya kaum hawa.
Adalah Rumah Makan Mandailing yang mempopulerkan Ikan Salae Sibahut ini, sebagai kuliner yang fenomenal. Karena di Rumah Makan yang banyak tersebar di kota Medan ini, Gulai Ikan Sale dan Daun Ubi Tumbuk menjadi gulai andalan. Peminatnya luar biasa, hingga harus antri jika ingin menikmati kuliner daerah itu. Dan Ikan Salae Sibahut adalah bahan baku utama masakan khas tersebut.
Ikan Salae Sibahut adalah ikan lele yang diawetkan dengan teknologi metode pengasapan. Berasal dari ikan segar dengan tahapan-tahapan proses pengolahan yang memperhatikan aspek kesehatan dan kebersihan, sehingga menjadi produk berkualitas,rasa daging ikan yang gurih dan tekstur padat.
Sibahut sendiri adalah kata yang berasal dari bahasa Batak Toba yang artinya Ikan Lele. Di Tapanuli, Sumatera Utara, sejak "dahoeloe" sudah mengenal Ikan Lele dengan nama Sibahut.
Sedangkan Salae artinya adalah satu "family" atau satu keluarga. Diambil dari akar kata “LAE” dalam bahasa Tapanuli yang berarti Ipar atau panggilan akrap bagi laki-laki bersuku Batak.
Dengan demikian Ikan Salae selain bermakna Ikan Salai atau ikan yang diawetkan dengan pengasapan di atas tungku, juga bermakna ikan yang disiapkan untuk santapan keluarga. Maka Sibahut Ikan Salae dari Medan, artinya adalah ikan yang disiapkan oleh keluarga dari Medan untuk santapan keluarga.
Ikan Salae Sibahut diproduksi CV Mitra Waridi Investama beralamat di Jl Sadar Cakra III, Dusun XI Desa Marindal I, Kecamatan Patumbak, Kabupaten, Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan pengolahan ikan segar menjadi Ikan Salae tanpa menggunakan bahan pengawet ini, merupakan usaha keluarga yang diwariskan secara turun-temurun.
Komposisi produk terdiri dari Ikan Lele segar dengan rendaman air garam sesuai standar takaran tertentu. Rahasia yang membuat rasa menjadi gurih dengan tekstur daging ikan yang padat antara lain terletak pada resep yang digunakan dalam proses pengolahan bahan baku.
Proses pencucian bahan baku mengandalkan air bersih dengan campuran kunyit, ketumbar, bawang putih, bawang merah, daun seray dan garam. Diproses secara steril menggunakan alat khusus, guna menghilangkan bau amis Ikan sebelum dimasukkan ke oven pengasapan.
Pengasapan Ikan Salae Sibahut dilakukan pada suhu 65 0C – 80 0C selama 3-4 jam. Selanjutnya dilakukan sterilisasi guna memastikan Ikan Salae Sibahut, bebas dari zat-zat tertentu yang dapat mengurangi kualitas dan higienitas.
Bahan baku pengasapan menggunakan kayu Rambutan dan kayu Kulit Manis. Penggunaan kayu keras (non resinous), selain menjamin pasokan panas yang normal juga menjamin standar mutu produk Ikan Salae Sibahut.
Kayu bakar dari jenis pohon Rambutan kami pasok dari daerah Kota Binjai dan Kabupaten Langkat serta pohon Kulit Manis yang kami datangkan dari Desa Hopong Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara. Dengan bahan bakar ini, kadar air Ikan Salae Sibahut sangat sedikit sehingga masa simpan dapat diperpanjang.
Rasa daging Ikan Salae Sibahut juga menjadi lebih gurih dan padat, serta mempunyai aroma yang khas. Dengan demikian, Ikan Salae Sibahut akan mudah diolah dan disajikan dalam berbagai masakan, baik untuk gulai santan, digoreng balado, dipindang,cemilan, atau dijadikan apa saja.
Sejarah
Ikan Salae semula diproduksi terbatas sebagai usaha rutin yang diwariskan secara turun-temurun dari orang tua. Pemasarannya juga, semula hanya terbatas untuk kalangan tertentu seperti memenuhi pesanan hajatan, resepsi perkawinan, pesta adat di sekitar kota Medan.
Namun karena permintaan terus meningkat, akhirnya Ikan Salae Sibahut mulai dipercaya untuk memasok Ikan Salae Sibahut ke sejumlah Rumah Makan Khas Mandailing, Rumah Makan Khas Sidimpuan, Rumah Makan Khas Padangbolak dan Rumah Makan Khas Sipirok, yang tersebar di Kota Medan dan sejumlah tempat di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum).
Jaminan kegurihan dan kualitas rasa Ikan Salae Sibahut, sendiri merupakan resep rahasia yang diwariskan orangtua dari owner CV Mitra Waridi Investama yakni ibunda dari Mayjen Simanungkalit yang bermarga Siregar Siagian. Konon, leluhurnya dahoeloe saat masih tinggal di desa selalu mengawetkan Ikan dengan methode pengasapan jika musim tanam padi di sawah telah berakhir.
Di desa kelahiran Mayjen Simanungkalit yakni Desa Hopong Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, tradisi “Manyale” ikan sudah terjadi secara turun temurun. Begitu juga di desa Oppungnya (nenek) di Sipirok, Ikan Salae sudah lama dikenal.
Konon, penduduk desa yang hidup sebagai petani sawah, kesulitan menyimpan ikan yang melimpah setiap menjelang musim tanam padi tiba. Kolam-kolam di sawah yang selama ini penuh dengan ikan, harus dikeringkan karena akan ditanami padi. Maka karena tidak tertampung dikolam penampungan, sebagian besar ikan tersebut harus di Sale, atau diawetkan diatas tungku perapian.
Dengan cara pengasapan atau Sale tersebut, ternyata ikan dapat bertahan hingga 4 s/d 6 bulan ke depan. Masyarakat petani di kampung, tetap dapat mengkonsumsi ikan walau kolam sudah ditanami padi.
Bahkan Ibunda Mayjen Simanungkalit yang memiliki 9 orang putra-putri dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, selalu membawa Ikan Salae ini setiap mengunjungi anak dan cucu-cucunya. Dari sini, Ikan Sale produksi kampung-kampung juga dinikmati banyak orang di berbagai daerah di tanah air, terutama para tetangga anak dan cucu yang di kunjungi.
Dari sinilah ide bisnis Ikan Salae Sibahut bergerak. Mayjen Simanungkalit memproduksi secara tradisional untuk kalangan tertentu. Namun karena respon dan peminat cukup banyak, akhirnya Ikan Salae Sibahut diproduksi lebih serius.
Hingga akibat tingginya permintaan pasar dari luar kota Medan, Ikan Salae akhirnya dijual secara online dan hingga ini menjadi salah satu oleh-oleh khas Medan yang selalu diburu wisatawan khususnya kaum hawa alias ibu rumah tangga.***
Sibahut sendiri adalah kata yang berasal dari bahasa Batak Toba yang artinya Ikan Lele. Di Tapanuli, Sumatera Utara, sejak "dahoeloe" sudah mengenal Ikan Lele dengan nama Sibahut.
Sedangkan Salae artinya adalah satu "family" atau satu keluarga. Diambil dari akar kata “LAE” dalam bahasa Tapanuli yang berarti Ipar atau panggilan akrap bagi laki-laki bersuku Batak.
Dengan demikian Ikan Salae selain bermakna Ikan Salai atau ikan yang diawetkan dengan pengasapan di atas tungku, juga bermakna ikan yang disiapkan untuk santapan keluarga. Maka Sibahut Ikan Salae dari Medan, artinya adalah ikan yang disiapkan oleh keluarga dari Medan untuk santapan keluarga.
Ikan Salae Sibahut diproduksi CV Mitra Waridi Investama beralamat di Jl Sadar Cakra III, Dusun XI Desa Marindal I, Kecamatan Patumbak, Kabupaten, Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan pengolahan ikan segar menjadi Ikan Salae tanpa menggunakan bahan pengawet ini, merupakan usaha keluarga yang diwariskan secara turun-temurun.
Komposisi produk terdiri dari Ikan Lele segar dengan rendaman air garam sesuai standar takaran tertentu. Rahasia yang membuat rasa menjadi gurih dengan tekstur daging ikan yang padat antara lain terletak pada resep yang digunakan dalam proses pengolahan bahan baku.
Proses pencucian bahan baku mengandalkan air bersih dengan campuran kunyit, ketumbar, bawang putih, bawang merah, daun seray dan garam. Diproses secara steril menggunakan alat khusus, guna menghilangkan bau amis Ikan sebelum dimasukkan ke oven pengasapan.
Pengasapan Ikan Salae Sibahut dilakukan pada suhu 65 0C – 80 0C selama 3-4 jam. Selanjutnya dilakukan sterilisasi guna memastikan Ikan Salae Sibahut, bebas dari zat-zat tertentu yang dapat mengurangi kualitas dan higienitas.
Bahan baku pengasapan menggunakan kayu Rambutan dan kayu Kulit Manis. Penggunaan kayu keras (non resinous), selain menjamin pasokan panas yang normal juga menjamin standar mutu produk Ikan Salae Sibahut.
Kayu bakar dari jenis pohon Rambutan kami pasok dari daerah Kota Binjai dan Kabupaten Langkat serta pohon Kulit Manis yang kami datangkan dari Desa Hopong Kecamatan Simangumban Kabupaten Tapanuli Utara. Dengan bahan bakar ini, kadar air Ikan Salae Sibahut sangat sedikit sehingga masa simpan dapat diperpanjang.
Rasa daging Ikan Salae Sibahut juga menjadi lebih gurih dan padat, serta mempunyai aroma yang khas. Dengan demikian, Ikan Salae Sibahut akan mudah diolah dan disajikan dalam berbagai masakan, baik untuk gulai santan, digoreng balado, dipindang,cemilan, atau dijadikan apa saja.
Sejarah
Ikan Salae semula diproduksi terbatas sebagai usaha rutin yang diwariskan secara turun-temurun dari orang tua. Pemasarannya juga, semula hanya terbatas untuk kalangan tertentu seperti memenuhi pesanan hajatan, resepsi perkawinan, pesta adat di sekitar kota Medan.
Namun karena permintaan terus meningkat, akhirnya Ikan Salae Sibahut mulai dipercaya untuk memasok Ikan Salae Sibahut ke sejumlah Rumah Makan Khas Mandailing, Rumah Makan Khas Sidimpuan, Rumah Makan Khas Padangbolak dan Rumah Makan Khas Sipirok, yang tersebar di Kota Medan dan sejumlah tempat di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum).
Jaminan kegurihan dan kualitas rasa Ikan Salae Sibahut, sendiri merupakan resep rahasia yang diwariskan orangtua dari owner CV Mitra Waridi Investama yakni ibunda dari Mayjen Simanungkalit yang bermarga Siregar Siagian. Konon, leluhurnya dahoeloe saat masih tinggal di desa selalu mengawetkan Ikan dengan methode pengasapan jika musim tanam padi di sawah telah berakhir.
Di desa kelahiran Mayjen Simanungkalit yakni Desa Hopong Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, tradisi “Manyale” ikan sudah terjadi secara turun temurun. Begitu juga di desa Oppungnya (nenek) di Sipirok, Ikan Salae sudah lama dikenal.
Konon, penduduk desa yang hidup sebagai petani sawah, kesulitan menyimpan ikan yang melimpah setiap menjelang musim tanam padi tiba. Kolam-kolam di sawah yang selama ini penuh dengan ikan, harus dikeringkan karena akan ditanami padi. Maka karena tidak tertampung dikolam penampungan, sebagian besar ikan tersebut harus di Sale, atau diawetkan diatas tungku perapian.
Dengan cara pengasapan atau Sale tersebut, ternyata ikan dapat bertahan hingga 4 s/d 6 bulan ke depan. Masyarakat petani di kampung, tetap dapat mengkonsumsi ikan walau kolam sudah ditanami padi.
Bahkan Ibunda Mayjen Simanungkalit yang memiliki 9 orang putra-putri dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia, selalu membawa Ikan Salae ini setiap mengunjungi anak dan cucu-cucunya. Dari sini, Ikan Sale produksi kampung-kampung juga dinikmati banyak orang di berbagai daerah di tanah air, terutama para tetangga anak dan cucu yang di kunjungi.
Dari sinilah ide bisnis Ikan Salae Sibahut bergerak. Mayjen Simanungkalit memproduksi secara tradisional untuk kalangan tertentu. Namun karena respon dan peminat cukup banyak, akhirnya Ikan Salae Sibahut diproduksi lebih serius.
Hingga akibat tingginya permintaan pasar dari luar kota Medan, Ikan Salae akhirnya dijual secara online dan hingga ini menjadi salah satu oleh-oleh khas Medan yang selalu diburu wisatawan khususnya kaum hawa alias ibu rumah tangga.***